Sri Mulyani: Intervensi Atasi Kemiskinan Sejak Dini
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan intervensi kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial harus dilakukan sejak tahap dini atau dari sisi hulunya.
"Kalau kami bicara mengenai intervensi kebijakan terkait ibu melahirkan untuk mendapatkan akses kesehatan dan gizi, itu bukan karena apa-apa, tetapi karena kami harus investasi tidak hanya kepada ibunya, tetapi juga janin di dalam rahimnya," kata Sri Mulyani dalam acara peluncuran laporan ketimpangan oleh Oxfam di Jakarta, hari Kamis (23/2).
Dia mengatakan hal tersebut merupakan bentuk intervensi pengentasan kemiskinan sejak tahap dini, bahwa sejak janin sudah diupayakan memiliki kesempatan yang setara.
"Belum kalau bayi lahir dari ibu berpendidikan sarjana di Jakarta akan berbeda dengan bayi yang lahir di NTT dari ibu yang berpendidikan SD, padahal bayinya sama-sama innocently lahir tetapi sewaktu di perut sudah tidak mendapatkan peluang yang sama untuk menjadi orang yang sejahtera atau memiliki potensi," katanya.
Dia menjelaskan bahwa "unequal opportunity" atau kesempatan yang tidak setara adalah salah satu sumber ketimpangan sehingga selalu harus menjadi pusat perhatian kebijakan.
Dalam hal tersebut, kebijakan pemerintah adalah melakukan intervensi ke pemerintah daerah melalui kebijakan fiskal, di mana porsi belanja pemerintah pusat hampir sama dengan pemda melalui transfer daerah.
"Bagaimana pemda mengurangi `unequal opportunity` melalui pelayanan publik bagi masyarakat miskin menjadi kunci dalam memerangi kemiskinan dan kesenjangan," katanya.
Seiring peningkatan peran Pemda, Menkeu juga ingin mengajak organisasi nonpemerintah agar mau menyimak dan meneliti implementasi kebijakan daerah mengingat akan banyak tanggung jawab yang didelegasikan ke pemda.
Menurut laporan Oxfam, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 20 tahun terakhir cukup stabil dan proporsi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah berkurang dari 40 persen menjadi di kisaran 8 persen.
Namun, kesenjangan antara kaum sangat kaya dan penduduk lainnya di Indonesia tumbuh lebih cepat dibanding di negara-negara lain di Asia Tenggara.
Oxfam menyebutkan kekayaan kolektif empat orang terkaya di Indonesia, yang tercatat sebesar 25 miliar dolar AS, sama dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin.
Laporan itu juga menyebutkan orang terkaya di Indonesia dalam waktu satu hari dapat meraup bunga dari kekayaannya lebih dari seribu kali lipat jumlah pengeluaran rakyat Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar mereka selama setahun penuh.
"Jumlah uang yang diperoleh setiap tahun dari kekayaannya cukup untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia," tulis laporan tersebut.(Ant)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...