Loading...
FOTO
Penulis: Tunggul Tauladan 17:05 WIB | Rabu, 05 Februari 2014

Srikandi Mataram di Jemparingan

Srikandi Mataram di Jemparingan
Lomba Jemparingan yang digelar di Lapangan Kamandungan, Alun-Alun Selatan, Yogyakarta, Selasa, 4 Februari 2014. (Foto-foto: Tunggul Tauladan)
Srikandi Mataram di Jemparingan
Srikandi lansia di Lomba Jemparingan.
Srikandi Mataram di Jemparingan
Para srikandi sedang memanah.
Srikandi Mataram di Jemparingan
Serius memeriksa anak panah.
Srikandi Mataram di Jemparingan
Peserta duduk bersila dengan dua barisan.
Srikandi Mataram di Jemparingan
Para peserta Lomba Jemparingan Mangayubagyo Tingalan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X.
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menghelat lomba memanah gaya mataraman, atau yang lazim disebut jemparingan. Lomba yang digelar di Lapangan Kamandungan, Alun-alun Selatan, pada Selasa (4/2) itu diikuti tak kurang dari 50 peserta, baik yang berasal dari dalam maupun luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 
 
Lomba jemparingan kali ini dihelat dalam rangka Mangayubagyo Tingalan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam bahasa Indonesia, Tingalan Dalem bisa diartikan sebagai kelahiran. Selain sebagai upaya memperingati Tingalan Dalem Sri Sultan HB X, lomba jemparingan juga dipertandingkan untuk Mangayubagyo Tingalan Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IX.
 
Dalam jemparingan kali ini tidak dikenal kategori usia ataupun jenis kelamin karena setiap peserta, baik tua-muda, ataupun  pria-wanita bersaing dalam satu waktu untuk memanah sasaran. Bahkan, dalam lomba kali ini, beberapa peserta lansia juga terlihat turut serta. Tak hanya lansia, di arena perlombaan juga terlihat para srikandi (pemanah wanita) yang sudah lanjut usia.
 
Jemparingan adalah lomba memanah dengan ciri khas tertentu. Jika lomba memanah pada umumnya dilakukan dengan cara berdiri dan membidik sasaran berbentuk lingkaran, lain halnya dengan jemparingan. Pada lomba jemparingan, para peserta diwajibkan dalam posisi duduk bersila ketika memanah. Selain itu, sasaran dalam lomba ini berbentuk bandul bulat lonjong dengan panjang 25 cm dan berdiameter 3 cm. Bandul tersebut diberi warna merah sepanjang 5 cm pada ujung atas yang dianggap sebagai kepala, sedangkan badan bandul sepanjang 20 cm diberi warna putih. Bandul yang merupakan sasaran ini diikat dengan tali kawat yang digantung dengan jarak 31 meter dari posisi pemanah.
 
Hal unik lainnya dari jemparingan adalah para peserta wajib mengenakan busana tradisional Jawa bergaya mataraman. Pakaian tersebut seperti lurik, beskap, maupun peranakan untuk peserta pria, sedangkan bagi peserta wanita wajib mengenakan kebaya. Setiap peserta, baik pria maupun wanita, juga wajib mengenakan kain.
 
Peralatan yang digunakan dalam jemparingan juga masih tradisional. Busur atau jemparing terbuat dari bambu atau kayu, sedangkan talinya dari kawat baja. Sementara anak panah juga terbuat dari bambu atau kayu dilengkapi dengan ujung yang terbuat dari baja dan pangkal anak panah dari bulu ayam atau itik.
 
Setiap pemanah dibekali dengan empat anak panah dalam setiap rambahan (babak), dan dalam suatu lomba terdapat 20 rambahan. Peserta yang mengenai bandul akan diberi poin 1, sedangkan bagi yang mengenai kepala bandul diberi poin 3. Pemenang ditentukan lewat akumulasi perolehan poin sehingga berhak mendapat bebungah (hadiah).

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home