Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 14:57 WIB | Senin, 07 September 2015

Standard & Poor's: Cadangan Devisa BI Mengkhawatirkan

Logo Standard & Poor's. Lembaga pemeringkat ini mengkhawatirkan jumlah cadangan devisa Indonesia yang terus menurun (Foto: dw.com)

SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor's, mengeluarkan peringatan serius tentang perekonomian Indonesia. Lembaga itu menilai ekonomi Indonesia lebih rentan terhadap pelarian modal asing dibandingkan dengan Malaysia. S & P juga mengkhawatirkan jumlah cadangan devisa Bank Indonesia yang menurut S & P, terlalu banyak dikucurkan untuk menopang nilai tukar rupiah.

Dalam beberapa waktu terakhir, Malaysia telah diguncang skandal politik serta didera oleh turunnya harga minyak. Malaysia telah mendominasi berita utama di Asia seiring dengan mata uang ringgit yang merosot, terburuk di Asia.Namun, menurut S & P, sorotan terhadap ekonomi Indonesia lebih tajam terutama karena menderita pelarian modal yang jauh lebih besar.

"Suatu hal tentang Malaysia adalah bahwa pasar modal di sana lebih dalam, jadi korporasi atau bank kurang memiliki ketergantungan pada modal asing dalam mendanai pertumbuhan mereka," kata Kyran Curry, direktur S & P Singapura.

"Indonesia jauh lebih rentan terhadap perubahan arus (modal) keluar dan arus masuk. Kami khawatir tentang cadangan devisa Indonesia," tutur dia, sebagaimana dikutip oleh Bloomberg hari ini (7/9)

Cadangan devisa Bank Indonesia telah tergerus hampir 7 persen dalam lima bulan hingga Juli, sedangkan angka untuk bulan Agustus akan dikeluarkan hari ini (7/9). Sementara jumlah cadangan devisa BI lebih kecil dibanding Malaysia, Curry mengatakan dia prihatin karena otoritas moneter di Jakarta baru-baru ini telah "menghabiskan banyak untuk menstabilkan volatilitas mata uang (rupiah)."

Rupiah telah melemah 4,9 persen sejak akhir Juli, tak sampai setengah dari penurunan yang dialami ringgit yang mencapai 11 persen. Penurunan ini diperparah oleh devaluasi yuan yang mendorong depresiasi di wilayah tersebut.

Saham dan obligasi pemerintah telah jatuih lebih cepat bila dibandingkan dengan Malaysia selama tiga bulan terakhir. Pemerintah Indonesia telah melakukan buy back obligasinya dan mendorong BUMN untuk melakukan hal serupa untuk memperlambat penurunan.

"Pemerintah melakukan sejumlah hal dan bank sentral bekerja untuk mencoba dan memperdalam pasar modal domestik, tapi itu butuh waktu lama untuk berkembang," kata Curry. "Pasar modal di Malaysia jauh lebih besar dan lebih dalam."

Indeks Harga Saham Gabungan telah anjlok 15 persen selama tiga bulan terakhir, dibandingkan dengan penurunan 10 persen di Malaysia. Obligasi mata uang lokal kedua negara adalah satu-satunya yang mengalami penurunan di Asia selama periode tersebut. Obligasi pemerintah Malaysia  telah turun 0,7 persen dan Indonesia telah jatuh 1 persen, menurut Bloomberg indeks.

Dana asing yang ditarik dari saham-saham Indonesia tahun ini mencapai  $ 467.000.000 setelah mengantongi aliran dana masuk bersih sebesar $ 3,8 miliar pada tahun 2014.

Sementara itu dari pasar modal Malaysia dana asing yang pergi mencapai 16,4 miliar ringgit ($ 3,8 miliar) pada 2015, dibandingkan dengan  6,9 miliar ringgit  pada tahun 2014. Obligasi pemerintah Indonesia di tangan investor asing mencapai 38 persen sedangkan di Malaysia 32 persen.

Cadangan devisa BI pada bulan Juli 2015 tercatat sebesar US$ 107,553 miliar, turun dari US$ 108,030 pada bulan Juni.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home