Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 09:29 WIB | Selasa, 13 Januari 2015

Studi: Lonjakan Jumlah Perempuan pada Posisi Menejemen Senior dan Menengah

Indonesia berada pada urutan 81 dari 108 negara, di mana perempuan yang menduduki menejemen atas dan menengah kurang dari 10 persen
Studi: Lonjakan Jumlah Perempuan pada Posisi  Menejemen Senior dan Menengah
Perempuan yang menempati posisi menejemen senior dan menengah meningat, meskipun ILO menyebutkan jalan masih panjang untuk kesetaraan jender. (Foto: dari ILO)
Studi: Lonjakan Jumlah Perempuan pada Posisi  Menejemen Senior dan Menengah
Seorang perempuan mengelola toko di rumahnya di Gana. ILO menyebutkan 30 persen lebih usaha kecil dan mikrio dimiliki dan dikelola perempuan. (Foto: dari un.org)

SATUHARAPAN.COM -  Dalam 20 tahun terakhir terjadi lonjakan jumlah perempuan yang menempati posisi menejemen senior dan menengah, menurut sebuah laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Meskipun sebagian pemimpin perusahaan masih banyak dipegang laki-laki, jumlah menurun dan makin menunjukkan kesetaraan jender.

Sebuah studi yang dirilis oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), dengan judul  ‘’Women in Business and Management: Gaining Momentum,’’itu dilakukan pada  80 dari 108 negara yang datanya tersedia di ILO.

Dalam dua dekade terakhir perempuan menempati 20 persen atau lebih dari semua kursi dewan perusahaan di beberapa negara. Norwegia,  dengan 13,3 persen anggota dewan perempuan, menawarkan proporsi global yang tertinggi di mana perusahaan dengan seorang wanita sebagai pemimpin perusahaan, diikuti oleh Turki dengan 11,1 persen.

Sementara itu, Indonesia berada pada urutan 81 dari 108 negara, di mana antara lima hingga 10 persen perempuan yang duduk dalam dewan perusahaan.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa perempuan meningkat dalam partisipasi pasar tenaga kerja, dan menjadi mesin terbesar pertumbuhan global dan daya saing," kata Deborah France-Massin, Direktur ILO untuk Biro Kegitan Pekerja, dalam siaran persnya.

"Penelitian kami menunjukkan hubungan positif partisipasi perempuan dalam tim dan struktur dengan kinerja bisnis dan pengambilan keputusan," France-Massin. Namun dia menambahkan bahwa "jalan masih panjang" dari kesetaraan jender yang sebenarnya di tempat kerja, terutama pada posisi puncak menejemen.

Meskipun ada kemajuan dalam kesetraan jender di tingkat menejemen, kurang lima persen CEO (Chief Executive Officer) perusahaan terbesar di dunia adalah perempuan. Laporan itu menunjukkan bahwa semakin besar perusahaan itu, semakin kecil kemungkinan pemimpinya adalah seorang perempuan.

"Sangat kritis bagi perempuan untuk mencapai posisi menejemen senior di wilayah strategis memasuki  sebagai calon potensial untuk CEO atau presiden perusahaan," kata pejabat ILO. Dia menunjukkan apa yang disebut sebagai 'dinding kaca' yang masih ada yang mengecualikan perempuan dengan dikonsentrasikan pada beberapa jenis fungsi menejemen seperti sumber daya manusia, komunikasi, dan administrasi.

Temuan lain laporan ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki dan mengelola lebih dari 30 persen dari semua bisnis, tetapi mereka lebih banyak pada usaha mikro dan kecil. Oleh karena itu, membantu perempuan mengembangkan bisnis tidak hanya penting untuk meningkatkan kesetaraan jender, tetapi juga untuk pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Menurut laporan itu, Jamaika memiliki proporsi tertinggi menejer perempuan  dengan 59,3 persen, sementara Yaman memiliki setidaknya dengan 2,1 persen. Sementara Amerika Serikat adalah di urutan 15 dalam daftar 108 negara dengan 42,7 persen menejer perempuan, sementara Inggris di urutan 41 dengan 34,2 persen.

Mmeningkatkan kesetaraan jender sangat penting, kata France-Massin, tanpa itu , "bisa memakan waktu 100 sampai 200 tahun untuk mencapai situasi itu."

Laporan ini juga mengajukan sejumlah rekomendasi termasuk mencari solusi yang fleksibel untuk komitmen mengelola pekerjaan dan waktu dalam keluarga, menyediakan cakupan perlindungan kehamilan dan dukungan anak perempuan untuk pekerjaan profesional; mengubah pola pikir yang menjadi hambatan budaya dan melawan pelecehan seksual, dan kebijakan sumber daya manusia yang peka terhadap isu jender.

"Sudah saatnya untuk menghancurkan sekat kaca untuk menghindari wajib kuota (bagi perempuan) yang kontroversial yang tidak selalu diperlukan atau efektif," kata France-Massin. "Memiliki perempuan pada di posisi atas hal baik dan sederhana untuk bisnis."


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home