Studio Grafis Minggiran Gelar Pameran 'Feed to Last'
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menandai tujuh belas tahun perjalanan berkarya bersama dalam sebuah ruang kolektif, Studio Grafis Minggiran menggelar pameran di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY).
Pameran dibuka oleh dosen Seni Grafis ISI Yogyakarta Edi Sunarya, Kamis (3/4) malam. Dalam sambutannya Edi Sunarya menjelaskan bagaimana kiprah Studio Grafis Minggiran memberikan warna bagi perjalanan dunia grafis Yogyakarta dan Indonesia.
"Grafis Minggiran adalah satu kelompok yang mempunyai integritas tinggi didalam menyuarakan (seni) grafis, karena seni grafis di Yogyakarta maupun Indonesia sangat kurang. Karya seni grafis sebenarnya sangat diminati. Beberapa hari yang lalu saya ngobrol dengan (kolektor benda seni) Oei Hong Djien. OHD tidak mengoleksi karya grafis terbaik karena pemenangnya selalu dari luar negeri. Dia ingin pemenang kompetisi seni grafis adalah seniman grafis Indonesia sehingga bisa melengkapi koleksi di museumnya." jelas Edi Sunarya dalam sambutannya.
Pameran karya terbaru anggota Studio Grafis Minggiran mengambil tema "Feed to Last". Feed yang berarti makanan, memberikan makanan menjadi sebuah aktivitas agar yang diberikan asupan tetap hidup, ada, dan menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam konteks tersebut Direktuk Studio Grafis Minggiran menjelaskan bahwa upaya tersebut dilakukan secara terus menerus tanpa henti dengan memberikan asupan yang baik dan tidak sembarangan dalam karya grafisnya.
"Ini semacam memberikan makanan jiwa karena selain aktif di studio, masing-masing dari kita juga berbagi waktu dengan keluarga dan aktivitas di luar. Feed to Last adalah usaha tak henti-hentinya agar terus dapat memberi 'makan' pada pribadi maupun masyarakat dengan karya-karya grafis terkini." jelas Alfin.
Alfin Agnuba mempresentasikan sebanyak dua puluh karya series etsa berjudul "Bangunjiwo Corner chalance" dalam ukuran kecil dibawah 10 cm mengunakan teknik etching aquaprint. Lulus Boli dalam empat karya potretnya menggunakan teknik slik screen print atau biasa dikenal dengan cetak sablon. Rully Putra Adi menggunakan teknik cetak dalam etching color spit bite.
Danang "Tape" Hadi menggunakan teknik cetak tinggi dengan teknik drypoint, linocut, maupun hardboard cut pada karya yang dipamerkan. Aziz Mughni dalam tiga karyanya menggunakan teknik MDF (medium-density fibreboard) cut. Seperti halnya Aziz, Deni Rahman pada dua karya berjudul "Pray for Indonesia 2030" dan "Fade to Blast" menggunakan teknik MDF laser cut.
Theresia Agustina Sitompul membuat karya berjudul "Totem" dengan teknik carbon print di atas kertas. Dengan bantuan garis untuk menggambar pemandangan atau sketsa gambar lainnya, Tere mengisi bagian-bagian kosong dalam karya grafisnya dengan melapisi kertas karbon dan benda yang ingin dicetak di atas karya grafisnya. Dengan bantuan tekanan pada benda yang sudah terlapisi kertas karbon, motif bahkan bentuk benda tersebut ditransfer/dipindahkan ke dalam karya garfisnya.
Saat pembukaan pameran dilakukan demo mencetak menggunakan master linnoleum di atas kertas. Selain karya tujuh seniman grafis anggota Studio Grafis Minggiran turut pula dipamerkan karya tujuh seniman yang pernah menjalani program residensi di Studio Grafis Minggiran.
Pameran "Feed to Last" akan berlangsung sampai tanggal 11 Mei 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta.
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...