Suap PTUN Medan, KPK Terus Lakukan Penggeledahan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Priharsa Nugraha mengatakan bahwa penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di beberapa tempat perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Menurut Priharsa ada beberapa tempat yang menjadi lokasi penggeledahan seperti di Dinas Kesehatan, Jalan HM Yamin 441, Dinas Pendidikan, Jalan Teuku Cik Ditiro 1D serta di Dinas Bina Marga, Jalan Sakti Lubis.
"Dalam lanjutan penyidikan dugaan suap kepada Hakim dan Panitera PTUN Medan, hari ini penyidik kembali melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Medan," kata Priharsa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Kamis (13/8).
Dikatakan Priharsa lokasi-lokasi yang digeledah lantaran diduga masih terkait dengan tindak perkara yang disangkakan.
"Karena penyidik menduga di sana terdapat dokumen atau bukti lain yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana suap tersebut," kata dia. "Kemungkinan terdapat sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan perkara," ia melanjutkan.
KPK pada hari Senin, 3 Agustus, sudah menahan Gatot dan Evi, setelah keduanya diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya selama sekitar 10 jam. Gatot ditahan di rumah tahanan kelas I Cipinang sedangkan Evi di rutan kelas I Jakarta Timur di Gedung KPK Jakarta.
Gatot dan Evi disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain, yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY). Sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang 5.000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara, yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...