Suara Kami untuk Perubahan
SATUHARAPAN.COM – Pagi-pagi benar, sehari sebelum pemilihan legislatif, Anto, mahasiswa tingkat akhir, sudah berada di loket bus AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi) untuk pulang kampung. Sekalipun kampung halamannya jauh. ”Aku harus milih di kampung Bang, aku akan hidup dan menetap di sana kelak. Ini saatnya aku menentukan nasib kampung kami,” ujarnya setelah saya menyarankan dia untuk mengurus formulir A5 ke KPU.
Tidak ada yang memaksanya untuk melakukan hal ini. Bahkan, orang tuanya melarang dia pulang kampung karena butuh biaya besar. Tak ada juga caleg yang menjanjikan uang padanya—jika pun ada ia pasti sudah menolaknya. Ia tetap pulang hanya untuk satu tujuan: perubahan!
Hal senada dilakoni Lenta. Sepulang kerja dia cepat-cepat menuju terminal mengejar bis yang tiba di kampungnya esok paginya. Setelah mencoblos, tak berapa lama bercengkerama dengan sanak keluarga, ia harus kembali ke perantauan sehingga tetap bekerja keesokan hari. Dia pun tiba di Medan dini hari sekitar pukul 01.00.
Sama seperti Anto, tidak ada titipan ataupun keluarga dekat yang mencalonkan diri sebagai calon legislator yang memaksa dia pulang kampung. Dan saya yakin banyak pemilih telah berjuang dan mengorbankan sesuatu untuk memberikan satu suara demi perubahan.
Mungkin terdengar klise, tetapi wai pemimpin terpilih: ”Jangan khianati kami, jangan sakiti kami, jangan kecewakan kami, jangan dustai kami hanya karena transaksi politik. Hargailah pengorbanan kami! Hargailah mimpi kami! Bagian kami sudah selesai untuk memilih Anda. Saatnya Anda bekerja menciptakan perubahan. Harapan dan keyakinan sudah terpatri di hati kami bahwa Anda akan melakukan perubahan karena SUARA KAMI HANYA UNTUK PERUBAHAN.”
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...