Sulaman Karawo Asli Gorontalo
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Merayakan ulang tahunnya yang keempat, Ibukita Gallery mempersembahkan Sulam Karawo Gorontalo. Ibukita Gallery mengemban misi melestarikan sulam karawo sebagai salah satu warisan budaya bangsa dan sarana memperkenalkan karya para perajin sulaman karawo kepada pencinta dan pemakai sulam.
Sulaman karawo merupakan kerajinan tangan daerah Gorontalo yang berarti "saling berkaitan di pinggiran lubang kain". Dikenal dua jenis sulam karawo, yaitu karawo ikat dan karawo manila. Saat ini yang paling banyak berada di pasaran adalah karawo manila. Perbedaan kedua jenis karawo terletak pada teknik mengerjakannya.
Karawo manila dikerjakan dengan teknik mengisi benang sulam secara berulang-ulang sesuai dengan motif yang telah dibuat terlebih dahulu. Sedangkan karawo ikat dilakukan dengan cara mengikat bagian-bagian bahan yang telah diiris dan dicabut serat benangnya mengikuti motif yang telah dibuat. Secara teknik pengerjaannya, karawo manila lebih mudah pengerjaannya daripada karawo ikat.
Tahap Pengerjaan
Mengutip dari siaran pers, tahapan pengerjaan sulaman karawo terdiri atas tiga tahap, yaitu iris-cabut, menyulam, dan proses finishing. Dalam proses iris-cabut benang ini batas dan luas bidang yang akan dibentuk berdasarkan pola yang sudah ditentukan. Ketajaman dan kecermatan menghitung benang-benang yang akan diiris dan dicabut sangat menentukan kehalusan sulaman. Tahapan menyulam dilakukan dengan cara menelusurkan benang mengikuti arah jalur benang.
Selanjutnya tahapan finishing dengan cara melilit jalur-jalur benang dengan satu kali lilitan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat jalur benang yang tidak disulam sehingga hasil akhir sulaman terlihat rapi dan kokoh. Dibutuhkan waktu 10 hari untuk mengerjakan satu produk sulaman dengan motif besar.
Dalam proses pemilihan bahan, Emilia Hinta selaku pemilik dan pengembang Ibukita Gallery menyatakan beberapa bahan yang dipilih masih ada yang harus diimpor seperti katun Jepang, sutra dari Italia, dan bahan-bahan sifon.
“Kami memakai bahan seperti katun dari Indonesia hanya sekitar 30 persen,” kata dia kepada satuharapan.com di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (6/5). “Pelanggan memang lebih menyukai bahan-bahan impor seperti katun Jepang karena lebih halus dan nyaman dipakai.”
Dalam pemilihan bahan, sulaman karawo berbeda dengan kerajinan bordir. Kerajinan bordir yang dikerjakan dengan mesin dapat menggunakan semua jenis bahan, berbeda dengan kerajinan sulam karawo yang hanya dapat dikerjakan pada jenis bahan tekstil tertentu, yaitu tenunan tekstil polos yang hanya terdiri atas persilangan benang lungsi dan benang pakan.
Emilia menyatakan akan ada dua jenis pemasaran yang akan dilakukan yaitu retail dan high fashion. Dalam hal ini, Emilia akan mengurusi bagian retail dengan estimasi harga sekitar Rp 400.000 hingga Rp 1,5 juta. Sedangkan untuk high fashion dengan target pasar untuk kalangan tertentu akan diserahkan kepada para perancang mode yang sudah ditunjuk.
Masih Diproduksi di Gorontalo
Saat ini, sulaman karawo masih diproduksi di Gorontalo dengan 250 orang sebagai perajin yang tersebar di beberapa kecamatan. Namun, dalam hal kesejahteraan para perajin, Emilia mengaku sampai saat ini masih menjadi beban baginya karena standar sejahtera perajin masih belum tercapai.
Ibukita Gallery yang semula hanya menjual bahan saat ini telah siap menjual busana siap pakai dan mendapatkan respons yang luar biasa dari masyarakat. Untuk mendukung usaha itu, Emilia mendirikan workshop di Jatiwaringin, Jakarta Timurt, yang saat ini memperkerjakan 27 karyawan dengan memproduksi busana rata-rata 30 lembar per hari. Ibukita Gallery yang berada di Thamrin City memiliki pelanggan yang pada umumnya wanita dewasa dan ibu-ibu yang berpenghasilan menengah atas.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...