Sulitnya Impor Daging Babi ke Indonesia Diadukan ke WTO
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Dewan Nasional Produsen Daging Babi AS (The National Pork Producers, NPPC) menyampaikan keluhan perihal sulitnya mengekspor daging babi ke Indonesia. Oleh karena itu, mereka mendukung langkah Pemerintah AS yang membawa sengketa dengan Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terkait dengan tata niaga impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan, yang di dalamnya termasuk tata niaga impor daging babi.
NPPC merupakan asosiasi nasional AS yang mewakili sebuah federasi beranggotakan organisasi produsen di 43 negara, yang meliputi 67.000 produsen. Presiden organisasi tersebut, Ron Prestage ,dalam pernyataannya yang dilansir oleh situs resmi organisasi itu mengatakan, kendati Indonesia negara berpenduduk mayoritas Muslim, ada potensi permintaan yang signifikan untuk produk daging babi dari sektor institusi hotel dan restoran, seperti juga dari penduduk yang mengkonsumsinya. Sayangnya, menurut NPPC, pemerintah Indonesia memberlakukan berbagai pembatasan impor daging babi yang membuat merekasangat sulit untuk mengekspor produk ke pasar Indonesia.
Menurut mereka, persyaratan mengimpor daging babi ke Indonesia terkandung dalam dua peraturan: Peraturan Nomor 46 / M-DAG / PER / 8/201 dan Peraturan No. 139 / PD / 410/12/2014. Melalui kedua peraturan tersebut, menurut NPPC, Indonesia mempertahankan proses yang sangat rumit dan memberatkan untuk mendapatkan izin impor daging. Untuk mengimpor daging babi, harus ada izin impor dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Izin ini dikeluarkan setiap tiga bulan dan hanya beberapa hari sebelum awal kuartal baru. Realisasi impor harus dilakukan pada kuartal yang sama dengan yang dihruskan dalam izin.
NPPC menyatakan rumitnya birokrasi di Indonesia untuk memperoleh izin impor daging babi dan ditambah dengan waktu yang sanagt terbatas untuk pengiriman sangat membatasi akses pasar.Selain itu, peraturan di Indonesia juga mengharuskan semua importir memanfaatkan setidaknya 80 persen dari izin resmi untuk setiap kuartal. Importir yang gagal memanfaatkan 80 persen dari izin mereka selama kuartal itu akan dihukum melalui pembatasan pemberian izin impor di masa depan.
"Dalam pandangan kami, sistem perizinan impor Indonesia untuk daging babi melanggar berbagai ketentuan Perjanjian WTO tentang Tata Cara Perizinan Impor, termasuk, namun tidak terbatas pada, Artikel 1,2, 1,5, 1,6, 2,2, 3,2 dan 3,3 dari Perjanjian Lisensi Impor. Selain itu, rezim impor Indonesia untuk daging babi kemungkinan melanggar GATT Pasal XI.1, serta Pasal 4.2 Perjanjian WTO tentang Pertanian, yang mengharuskan penghapusan pembatasan akses pasar selain tarif pada produk pertanian," demikian pernyataan NPPC.
Menurut NPPC, Indonesia saat ini memungkinkan impor daging babi dari hanya lima rumah potong dan pengolahan ternak babi AS dan ini dinilai sangat membatasi pasokan daging babi AS ke pasar Indonesia. Menurut perwakilan kantor US Departement of Agriculure di Jakarta, pemerintah Indonesia hanya sedikit melakukan upaya untuk bisa menyetujui tambahan rumah potong yang diperbolehkan mengekspor ke Indonesia.
Lebih jauh, NPPC juga mempersoalkan Peraturan No. 139 / PD / 410/2014, Lampiran II, yang menyajikan daftar produk daging babi yang memenuhi syarat untuk impor ke Indonesia. Jeroan babi, misalnya, (HTS 0206) tidak termasuk dalam daftar. "Tidak ada alasan berbasis ilmu pengetahuan untuk tidak memasukkan jeroan babi pada kelayakan impor. Indonesia harus mengambil tindakan untuk memastikan bahwa jeroan babi dapat diimpor ke negara itu."
Selanjutnya, pasal 17 Peraturan 46 / M-DAG / PER / 8/2013, yang menetapkan bahwa impor produk hanya dapat digunakan di "industri, hotel, restoran, katering, dan / atau persyaratan tertentu lainnya," juga dianggap tidak berdasar. Daftar ini, menurut NPPC, dimunculkan untuk mengecualikan supermarket atau pasar basah. "Tidak ada alasan berbasis sains maupun keamanan pangan untuk tidak memasukkan penjualan daging babi impor ke supermarket atau pasar basah. Indonesia harus mengambil tindakan untuk memastikan daging babi yang dapat dipasarkan untuk semua outlet ritel."
Singkatnya, NPPC mendukung dan memuji langkah pemerintah AS, dan Kantor Perwakilan Dagang AS khususnya, untuk membawa penyelesaian sengketa itu di WTO yang terkait dengan pembatasan impor produk pertanian, termasuk babi. "Kami mendesak pemerintah AS untuk menggunakan proses penyelesaian sengketa WTO untuk mencapai penghapusan penuh hambatan Indonesia untuk impor daging babi yang dijelaskan dalam pengajuan ini," kata pernyataan yang ditandatangani oleh Presiden NPPC, Ron Prestage.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...