Surat Gembala KAJ 2019: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Mgr. Ignatius Suharyo, memberikan pesan kepada umat di KAJ dalam Surat Gembala Tahun Berhikmat 2019 bertajuk “Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat” yang diliris kaj.or.id, hari Jumat (28/12/2018).
Surat Gembala itu dikirimkan untuk semua paroki dan stasi Gereja Katolik di KAJ dan disampaikan kepada umat sebagai pengganti khotbah, pada Perayaan Ekaristi Hari Raya Penampakan Tuhan, Sabtu/Minggu, 5/6 Januari 2019, sebagai berikut.
SURAT GEMBALA TAHUN BERHIKMAT 2019
“AMALKAN PANCASILA: KITA BERHIKMAT, BANGSA BERMARTABAT”
(Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada Perayaan Ekaristi Hari Raya Penampakan Tuhan, Sabtu/Minggu, 5/6 Januari 2019)
Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater
Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih.
1. Menjelang akhir masa Natal dan pada awal Tahun Baru 2019, saya masih ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Natal 2018 dan Selamat Tahun Baru 2019. Semoga kelahiran Yesus “Sang Himat Allah Bagi Kita” menjadi sumber inspirasi dan memberikan daya bagi kita, keluarga dan komunitas kita untuk terus bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan. Pada Hari Raya Penampakan Tuhan ini, sesuai dengan gerak Keuskupan Agung Jakarta, kita memasuki Tahun Berhikmat dengan semboyan “Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat”.
2. Kisah mengenai orang majus dari Timur yang dibacakan pada hari ini berakhir dengan kata-kata kaya makna, “… mereka pun pulang ke negerinya lewat jalan lain”. Menurut kisah, mereka pulang lewat jalan lain untuk menghindari Herodes. Tetapi secara simbolis, kata-kata itu dapat diartikan secara lain : siapa pun yang benar-benar mengalami penampakan Tuhan, artinya “berjumpa” dengan Tuhan, dia tidak akan lagi hanya menapaki jalan hidup yang sama. Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan selalu membaharui dan mengubah, serta menjadikan kita pribadi-pribadi yang terus bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan.
3. Sementara itu pengalaman penampakan atau perjumpaan dengan Tuhan ditawarkan kepada siapa saja tanpa kecuali. Yang membedakan adalah keterbukaan orang untuk menanggapi kesempatan itu. Tidak sedikit orang yang hanya merasa “terkejut” (Mat 2:3), seperti halnya Herodes dan seluruh Yerusalem. Mereka berhenti dan tidak mencari. Sementara itu ketiga orang majus itu sampai pada “sukacita” (Mat 2:10), karena mereka tidak membiarkan pencarian mereka berhenti atau dihentikan oleh siapapun. Marilah kita syukuri saat Tuhan menampakkan Diri dalam pelbagai peristiwa dan pengalaman hidup kita. Kita juga mohon agar kepada kita dianugerahkan ketajaman mata hati untuk menemukan sapaan Tuhan dalam setiap peristiwa dan pengalaman yang melintas dalam hidup kita.
4. Agar kita mampu menemukan sapaan Tuhan dalam setiap peristiwa dan pengalaman hidup, mau tidak mau kita harus memberi perhatian kepada setiap peristiwa dan pengalaman yang jumlahnya tidak terbilang. Dari sekian banyak peristiwa dan pengalaman itu, saya ingin mengajak Anda sekalian untuk merenungkan kedua hal ini :
4.1. Sekitar dua bulan yang lalu, pada halaman pertama salah satu harian nasional, terpampang judul besar Kesadaran Moral Dirusak. Dalam ulasan itu disampaikan data sekian banyak tindakan tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap sekian banyak pejabat yang melakukan korupsi. Padahal tanggung jawab utama mereka adalah memastikan terwujudnya kesejahteraan warga masyarakat yang ada di wilayah pelayanan mereka. Pejabat-pejabat dan para pelaku korupsi itu pastilah tidak menjalankan amanah sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Mereka bukan pribadi-pribadi yang berhikmat dan bijaksana yang dapat diharapkan mampu menjadikan bangsa semakin bermartabat. Dikatakan bahwa yang paling parah dirusak oleh tindakan koruptif seperti itu adalah kesadaran moral. Ketika pemimpin berperilaku secara moral bermasalah, masyarakat dapat kehilangan orientasi nilai, tidak tahu lagi mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Kalau demikian kejahatan dapat dianggap sebagai hal yang rutin dan sehari-hari. Akibatnya mutu keadaban publik luntur atau bahkan rusak. Kita bertanya, pesan apa yang mau disampaikan Tuhan kepada kita lewat peristiwa-peristiwa seperti itu? Salah satu jawaban yang pasti adalah bahwa kita dipanggil untuk menjadi pribadi-pribadi yang semakin berhikmat-bijaksana, dalam segala kekayaan maknanya.
4.2. Sementara itu bulan yang lalu beredar berita dan gambar seekor ikan paus terdampar di salah satu pulau di bagian timur Indonesia dalam kondisi membusuk. Yang mengenaskan adalah hampir enam kilogram sampah plastik ditemukan di dalam perut ikan paus tersebut. Sampah plastik saat ini sudah menjadi masalah global yang perlu kita sikapi dengan sungguh-sungguh. Sampah plastik yang sudah mengurai menjadi butiran-butiran kecil, makin mencemari alam kita. Menurut penelitian, butiran-butiran plastik yang sangat kecil sudah ditemukan dalam tubuh manusia. Butiran-butiran itu masuk melalui air minum, makanan laut dan garam yang kita makan. Kita prihatin karena negara kita menjadi penyumbang sampah plastik kedua di dunia, dengan jumlah 64 juta ton setiap tahun, 3,2 juta ton di antaranya masuk ke laut. Kita bertanya, pesan apa yang mau disampaikan Tuhan kepada kita lewat data seperti ini? Salah satu jawaban yang pasti adalah bahwa kita dipanggil untuk menjadi pribadi-pribadi yang semakin berhikmat-bijaksana, juga dalam segala kekayaan maknanya.
5. Di tengah-tengah kenyataan seperti itu, kita diingatkan akan panggilan dasar kita sebagai murid-murid Kristus. Panggilan kita sebagai murid-murid Kristus ditegaskan dengan sangat bagus dalam ajaran resmi Gereja :
5.1. “…. Bagi semua jelaslah bahwa semua orang kristiani, bagaimana pun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup kristiani dan kesempurnaan kasih. Dengan kesucian itu, juga dalam masyarakat di dunia ini, cara hidup menjadi lebih manusiawi …” (Lumen Gentium 40). Sebelumnya, dalam dokumen yang sama dikatakan, “… Semua orang beriman, dalam keadaan dan status mana pun juga, dipanggil oleh Tuhan untuk menuju kesucian yang sempurna seperti Bapa sendiri sempurna, masing-masing melalui jalannya sendiri” (Lumen Gentium 11).
5.2. Dalam Anjuran Apostolik Gaudete et Exultate, Paus Fransiskus memberikan penjelasan yang amat sederhana mengenai panggilan kepada kesucian ini : ”Kita bertumbuh dalam kesucian yang merupakan panggilan kita semua, melalui hal-hal kecil sehari-hari. Berikut contohnya : seorang Ibu pergi berbelanja, dan dia berjumpa dengan seorang tetangga, mulai berbicara, dan mulailah gosip. Namun dia berkata dalam hatinya ‘Tidak, saya tidak akan berbicara jelak mengenai orang lain’. Ini adalah satu langkah maju dalam kesucian. Selanjutnya di rumah, salah satu anaknya ingin berbicara dengan dia mengenai harapan dan mimpi-mimpinya. Meskipun ia lelah, ia duduk dan mendengarkan dengan sabar, penuh perhatian dan kasih. Ini adalah pengorbanan lain yang mendatangkan kesucian. Berikutnya ia merasa cemas, tetapi ketika itu ia ingat akan kasih Bunda Maria, mengambil rosario dan berdoa dengan penuh iman. Satu jalan lain lagi menuju kesucian. Berikutnya lagi, ia pergi ke jalan, berjumpa dengan seorang miskin dan berhenti untuk menyapa orang miskin itu. Satu langkah maju lagi dalam kesucian” (No. 16).
6. Paus Fransiskus memberikan contoh yang amat konkret dan sehari-hari untuk menanggapi panggilan Tuhan agar kita menjadi semakin sempurna dalam kesucian. Kita diajak untuk sungguh menyadari panggilan kita untuk bertumbuh dalam kasih dan kesucian serta menemukan jalannya dalam setiap pilihan dan keputusan yang kita ambil. Bukan memilih sekedar yang mudah dan menyenangkan, melainkan yang baik dan benar. Kita semua diajak – dalam konteks yang berbeda-beda – untuk menjawab pertanyaan ini : Apa yang harus kita lakukan, supaya kita menjadi semakin bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan, sehingga hidup masyarakat kita menjadi semakin manusiawi? Jawabannya bisa bermacam-macam dan sangat konkret, misalnya dalam tata layanan paroki kita pastikan semangat taat asas; atau dalam rangka merawat lingkungan hidup kita pastikan keberlanjutan gerakan pantang plastik dan styrofoam.
7. Akhirnya, semoga segala niat dan usaha kita untuk bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan, menjadikan hidup kita, keluarga dan komunitas kita seberkas sinar yang menampakkan kemuliaan Tuhan dan ikut mengangkat martabat bangsa kita. Terima kasih untuk berbagai keterlibatan para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, kaum muda dan anak-anak sekalian dalam perutusan Keuskupan Agung Jakarta. Semoga segala pengorbanan dalam keterlibatan itu menjadi sumber kegembiraan kita karena boleh terlibat dalam karya kasih Tuhan. Selamat memasuki Tahun Berhikmat, “Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat”. Berkat Tuhan untuk Anda sekalian, keluarga dan komunitas Anda. Salam Kebangsaan.
† I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...