Survei: Diskriminasi pada Perempuan dalam Industri Film Dunia
Sedikit tokoh perempuan yang ditampilkan dalam film; sedikit pekerja film adalah perempuan; Perempuan ditampilkan dalam seksualitas yang berlebihan ketimbang laki-laki
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Terjadi diskriminasi mendalam dan stereotip terhadap perempuan dan anak perempuan dalam industri film internasional. Demikian menurut survei yang dilakukan badan PBB, UN Women, yang hasilnya dirilis pada Senin (22/9).
Tempat bagi perempuan sebagai tokoh utama (protagonis) dalam film kurang dari sepertiga dari semua peran yang tampil dalam film, dan sebagian besar tidak sebagai posisi yang kuat, kata hasil survei itu. Keterlibatan perempuan dalam pembuatan film masih kurang dalam hal kepekaan yang lebih besar pada masalah perempuan, dan ketidakseimbangan jender.
Hal ini merupakan studi yang pertama dilakukan secara global tentang tokoh perempuan dalam film-film populer. Survei itu didukung oleh UN Women, dan dilakukan bersama The Rockefeller Foundation yang menugaskan Annenberg School for Communication and Jurnalism, University of Southern California.
"Faktanya adalah perempuan kurang serius terwakili di hampir semua sektor masyarakat di seluruh dunia, bukan hanya di layar film. Tetapi juga bahwa sebagian besar kita tidak menyadari hal itu," kata aktris Geena Davis, pendiri Eponymous Institute on Gender in Media, yang merilis studi tersebut.
"Dalam rentang waktu yang dibutuhkan untuk membuat film, kita dapat mengubah seperti apa masa depan kita," kata Davis. Dia menambahkan bahwa media gambar dapat menciptakan dampak positif pada persepsi.
Menurut penelitian, di tengah perempuan yang merupakan setengah dari populasi dunia, namun hanya 30,9 persen dari semua karakter yang ditampilkan adalah perempuan.
Hanya sekitar 22,5 persen perempuan yang menjadi tenaga kerja pada pembuatan film fiksi, dan ketika mereka bekerja, kurang dari 15 persen dari mereka yang ditampilkan sebagai sosok eksekutif bisnis, tokoh politik, atau ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan / atau matematika.
"Ada hal yang menyedihkan, ada banyak CEO perempuan di dunia, dan bisa ditampikan di film," kata Davis. "Bagaimana kita mendorong lebih banyak perempuan untuk mengejar karir dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan rekayasa? Dan berbondong-bondong perempuan dalam politik, hukum dan profesi lain diangkat dalam film."
Penggambaran Seksualitas
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan lebih banyak ditampilkan dengan seksualitas yang berlebihan. Gadis-gadis dan perempuan dua kali lebih mungkin ditampilkan dengan pakaian seksi, telanjang atau berpakaian minim, ketimbang laki-laki.
"Dalan dua dekade ini, penelitian tersebut menunjukkan bahwa industri film global masih memerlukan jalan panjang untuk perubahan," kata Direktur Eksekutif Un Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka, mengacu pada Beijing Platform for Action yang diadopsi pada September 1995.
Beijing Platform ini menjadi roadmap internasional untuk kesetaraan jender, yang antara lain menyangkut tuntutan agar media menghindari penggambaran stereotip dan merendahkan perempuan.
"Dengan pengaruh kuat mereka pada membentuk persepsi khalayak yang luas, media merupakan pemain kunci untuk agenda kesetaraan jender. Dengan pengaruh dan tanggung jawabnya, industri film tidak harus menunggu 20 tahun untuk membuat keputusan yang tepat," tambah Mlambo-Ngcuka.
Studi ini mengkaji film-film populer di seluruh negara dan wilayah yang paling menguntungkan secara internasional, termasuk Australia, Brazil, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Jepang, Rusia, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Inggris Raya. (un.org)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...