Susan Budihardjo Terus Melahirkan Bibit Unggul Desainer Mode
SATUHARAPAN.COM – Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo yang diresmikan pada 1980, tetap tegak berdiri walau belakangan muncul banyak sekolah mode waralaba, di antaranya Esmod Jakarta, Raffles Institute of Higher Education Jakarta, dan LaSalle College International Jakarta.
Pengaruh, tentu saja ada, menurut Susan dalam suatu perbincangan. Persaingan semakin ketat. Namun, Susan bersyukur lembaga pengajaran yang dia dirikan satu tahun sesudah dia pulang ke Tanah Air seusai merampungkan pendidikan mode di London dan Kanada itu, berlangsung dengan baik. Lembaga pengajarannya bahkan berkembang, dengan membuka cabang di Surabaya dan Semarang.
Susan mengembangkan sendiri modul pendidikan di lembaga pengajarannya. Siswa belajar anatomi, membuat pola, merancang busana, belajar sejarah mode, menggali pengetahuan tentang tekstil dan teknik cetak (printing), hingga mendesain dengan bantuan komputer.
Hanya satu tahun lama belajar, namun dia memastikan siswa memperoleh cukup pengetahuan untuk mewujudkan cita-citanya. Selain membekali siswa menjadi perancang busana, Susan juga membekali siswa yang kemudian lebih tertarik menjadi penata gaya hingga editor mode.
Susan masih setia pada misinya untuk mengajak siswa-siswanya melihat peluang yang besar dalam usaha kreatif mode, yaitu busana siap pakai, ready-to-wear, mengingat pada lini itu pasar mode paling nyata dalam masyarakat, menurut Susan.
Dalam rentang perjalanan 35 tahun hingga kini, LPTB Susan Budihardjo telah mencetak nama-nama terkenal di panggung mode dan fashion Tanah Air, seperti Adrian Gan, Adrianto Halim, Chenny Han, Denny Wirawan, Didi Budiardjo, Eddy Betty, Jeanny Ang, Monika Jufry, Rudy Chandra, Sebastian Gunawan, Sofie Ahmad Sofiyulloh, Tri Handoko, Widhi Budimulia, dan Yongki Budisutisna. Tak mengherankan, tradisi peragaan busana tahunan lulusan acap menjadi ajang reuni bagi lulusan semua angkatan.
Ibu Mode Indonesia
Susan Budihardjo, yang dilahirkan di Jakarta pada 1950, seperti bisa dibaca di buku Kamus Mode Indonesia karya Irma Hardisurya, Ninuk Mardiana Pambudy, dan Herman Jusuf, mengawali kariernya dengan menjadi perancang busana dan membuka studio kerja.
Susan kembali ke Tanah Air setelah menggali ilmu mode di mancanegara pada 1979. Dunia mode di Indonesia baru bertumbuh saat itu. Melihat banyak peminat, dengan bakat yang bagus, ingin menjadi perancang busana, ia membuka sekolah mode.
Atas kriprahnya pula, pelaku usaha mode, seperti bisa dibaca di Kamus Mode Indonesia, menyebut Susan ”Ibu Mode Indonesia”.
Dedikasinya yang tinggi pada dunia pendidikan itu membuatnya membatasi aktivitasnya sebagai desainer. Kini ia hanya mendesain secara terbatas, hanya melayani pelanggan dekatnya. Susan merasa lebih bahagia dan puas mencurahkan perhatian di lembaga pengajaran yang didirikannya.
Geliat industri mode di Indonesia, menurut Susan, bergerak ke arah menggembirakan. Kenyataan itu yang terus memacu semangatnya untuk mencetak tenaga-tenaga mumpuni di bidang itu.
Selain terlihat rajin menghadiri peragaan busana mantan siswa-siswanya, Susan juga acap terlibat dalam berbagai kegiatan lomba sebagai juri.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...