Symphony of the Forest, Ketika Hutan Menyambut Rentangan Tangan
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dengan mengusung tajuk AMARI Goes to Forest, sebuah konser orkestra yang dibawakan oleh ansambel anak dan remaja yang tergabung dalam AMARI Jogja pimpinan Fafan Isfandiar menyajikan orkestra sederhana di alam terbuka tanpa sound system. Pertunjukan sederhana unplugged menjadi mewah ketika digelar di sebuah panggung arena terbuka berkonsep amphitheater di bawah deretan pohon pinus.
Konser yang dihelat pada Minggu (9/10) berlangsung hampir 90 menit di Hutan Pinus Mangun Sari, Dlingo Kabupaten Bantul, sebuah kawasan wisata alam berjarak 40 km dari pusat Kota Yogyakarta dengan menampilkan beberapa grup dalam beberapa repertoar.
Konser dimulai tepat pukul 10.00 WIB dengan penampilan YK Brass Ensemble dari 12 musisi yang memainkan instrumen trompet, french horn, trombone, tuba dan drums, membawakan 3 komposisi theme song James Bond, Aladdin, dan The Incredibles. Sebagian besar anggota YK Brass Ensemble adalah mahasiswa Jurusan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Konser dilanjutkan dengan penampilan pelajar SMKN 2 Kasihan yang tergabung dalam Genjreng. Dalam format kuartet mereka memainkan karya Johann Pachelbel, Canon in D yang diaransemen ulang dengan judul Loose Canon, dilanjutkan lagu Mejangeran Kejawe dan diakhiri dengan komposisi Yamko Rambe Yamko. Pada lagu terakhir kuartet gitar menambahkan nuansa perkusi dengan pukulan ringan pada badan gitar.
Menyambung penampilan Genjreng, Empat Belaso yang beranggotakan siswa SMKN 2 Kasihan angkatan 2014 memainkan instrumen saxophone, trompet, trombone, tuba dan drum. Secara berturut-turut memainkan komposisi I Feel Good yang dipopulerkan oleh James Brown dan Can’t Take My Eyes yang dipopulerkan pertama kali oleh Frankie Valli.
Sumrambah menghangatkan amphitheater Hutan Pinus Mangun Sari dengan Serenade karya Edward Elgar. Di tangan Sumrambah, karya komposer Inggris tersebut menjadi ringan dinikmati penonton. Pengalaman dan jam terbang yang tinggi dari personil Sumrambah tidak bisa dibohongi lewat improvisasi personil mereka sehingga komposisi La Primavera (spring) karya komponis Italia, Antonio Vivaldi menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Dan di bawah hembusan angin di sela-sela dedaunan pinus, Sumrambah menambah nuansa ringan sebuah orkestra yang secara nakal dan cerdas memainkan mainan anak-anak yang biasa dijual di pasar tradisional manuk-manukan, othok-othok, dan kukuk. Mainan anak-anak dibunyikan bergantian dengan instrumen secara ritmis dan dalam pergantian yang smooth.
Sumrambah mengakhiri penampilannya dengan memainkan karya dari Dimawan Krisnowo Adji, salah satu pendiri Sa’unine String Quartet, dengan medley dari 3 lagu daerah Jawa Tengah (Gundul-Gundul Pacul, Jaranan dan Cublak-Cublak Suweng) yang diberi judul Dolanan Pizzicato. Lagu-lagu tersebut dimainkan dengan teknik pizzicato atau dipetik senarnya.
Kepada satuharapan.com Jumat (7/10) pimpinan AMARI Jogja Fafan Isfandiar menjelaskan bahwa konsep AMARI Goes to Forest diinspirasi oleh konser di Waldbuhne, sebuah panggung terbuka yang terletak di Berlin, Jerman. Sebuah panggung dengan hutan alam dan pepohonan rindang sebagai latar belakangnya. Dalam tata panggung yang sederhana pun Waldbuhne menawarkan sebuah kemewahan panggung pertunjukan.
"Diluar panggung amphitheater Hutan Pinus Mangunan yang eksotis, Konser AMARI Goes to Forest merupakan konser yang bersifat apresiasi dan edukasi," kata Fafan. Harapannya acara seperti itu bisa berkelanjutan dan para pihak terkait bisa bersinergi untuk membuat acara yang bermanfaat dan menarik bagi masyarakat luas.
Membayangkan hutan Indonesia yang luasnya 143 juta hektar salah satu masa depannya adalah jasa lingkungan. Tanpa harus over eksploitasi ataupun alih fungsi lahan, nilai ekonominya cukup riil. Ada perputaran roda ekonomi yang melibatkan masyarakat setempat. Bagaimana dengan konservasi lingkungan? Rasa memiliki masyarakat yang bergerak bersama lebih efektif dalam menjaga kelestarian lingkungannya.
Bagaimana dengan daya dukung dan daya tampung? AMARI Jogja berhasil memberikan contoh sebuah sajian orkestra tanpa pengeras suara, tanpa listrik, dan beratap rimbunnya deretan pinus di hadapan sekitar 300-an penonton di panggung arena sederhana yang mewah.
Hingga tahun 2010 masih kerap mendengar anekdot di-dlingo-kan untuk para pejabat yang dipindahtugaskan ke Kec. Dlingo-Bantul. Anggapan masyarakat terutama birokrat, tour of duty ke Dlingo artinya mandegnya karier jabatannya di pemerintahan untuk waktu yang tidak ditentukan. Wilayah yang sepi. Jauh dari manapun. Tandus untuk banyak hal.
Saat ini, akhir pekan dan musim liburan Dlingo menjadi salah satu tujuan wisata di Yogyakarta yang ramai dikunjungi. Menggali potensi wisata alam dan jasa lingkungan, inilah yang mengubah wajah Dlingo saat ini tanpa harus mengeksploitasinya secara berlebihan.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...