Tahun 2017, Harus Tegas Atasi Gangguan Kebebasan Beragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai berharap pada 2017 pemerintah harus tegas terhadap setiap gangguan kebebasan beragama di Indonesia.
“Pemerintah harus tegas terhadap setiap gangguan kebebasan beragama. Salah satu wujud sikap tegas pemerintah adalah evaluasi ulang perda-perda yang mengekang kebebasan agama, memastikan adanya pendirian tempat beribadah, serta melestarikan silaturahmi antarumat beragama,” kata Natalius saat dihubungi satuharapan.com, di Jakarta, hari Rabu (4/1).
Selain itu, kata Natalius, dalam konteks ketertiban masyarakat secara keseluruhan, secara khusus harus mengantisipasi bahaya instabilitas nasional dan penetrasi kelompok radikal.
“Namun, jika kita melibat ketertiban internal (internal order) justru kita hadapi problem serius, khususnya guncangan instabilitas nasional yang dipicu oleh adanya kelompok radikal, ekstremis, dan kelompok sipil yang eksklusif,” kata dia.
Menurut Natalius, penetrasi kelompok juga secara faktual telah membonsai kekuasaan negara. Pemerintah lebih cenderung lunak menghadapi kelompok sipil intoleran tersebut.
“Kita juga melihat beberapa wilayah pemerintah juga berkoalisi dengan kelompok intoleran ini untuk membuat dan menetapkan peraturan yang mengandung doktrin syariah sebagaimana terjadi di Aceh dan beberapa daerah. Demikian pula dalam skala nasional kita hadapi adanya diskriminasi secara serius berdasarkan atas rasa kebencian terhadap suku, agama, ras dan antargolongan. Adanya proses hukum terhadap dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah perwujudan nyata bagaimana kelompok radikal (intoleran) telah mampu mempengaruhi sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia, dengan membiarkan adanya proses hukum yang berbasis pada opini massa (trial by the mob). Maka kami sudah bisa menyatakan adanya proses hukum yang tidak jujur dan adil (unfair trial),” kata dia.
Untuk itu, kata Natalius, sikap pemerintah yang cenderung tidak tegas ini bertentangan dengan prinsip dan kewajiban utama pemerintah dalam perspektif hak asasi manusia, yaitu sebagai pemangku kewajiban untuk memastikan adanya perlindungan terhadap semua warga negara.
“Untuk tahun 2017, saya melihat problem intoleransi yang kita akan hadapi lebih serius dan kompleks jika sedari awal pemerintah tidak mampu mengeliminasi ancaman-ancaman laten atas kebinekaan bangsa, karena saat ini sel-sel intoleran atau radikal telah aktif bahkan diaktifkan kembali dan secara nasional telah bersatu dan mengkristal,” kata dia.
Editor : Sotyati
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...