Tak Ada Alasan Guru Tak Menulis
BATUSANGKAR, SATUHARAPAN.COM – Menulis memang kegiatan yang tak gampang. Tak semua orang bisa menuangkan isi pikirannya dalam tulisan yang dapat dimengerti oleh pembaca. Selain itu, menulis juga membutuhkan waktu yang tak sebentar.
Namun, persoalan sulit dan waktu yang lama tak menjadi alasan orang untuk belajar menulis, apalagi bagi seorang guru.
Muhammad Subhan, Motivator Kepenulisan dari Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia mengatakan ada saja alasan yang membuat guru enggan menulis, salah satunya ialah kesibukan.
Sibuk menjadi alasan dominan guru untuk tidak menulis. Jadwal mengajar yang padat, ditambah tugas ini-itu di sekolah, belum lagi urusan rumah tangga makin menjauhkan guru dari kegiatan menulis kreatif.
“Alasan klasik lain banyak dikeluhkan guru adalah sulitnya mendapatkan ide,” kata Subhan dalam Workshop Menulis Kreatif bertajuk “Menjadi Penulis Sukses dengan Menulis” yang digelar pada Minggu (8/2), di aula SLB Lima Kaum, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Menurut Muhammad Subhan, sekolah adalah sumber ide yang kaya. Setiap hari, guru bukan saja menyampaikan mata pelajaran di depan kelas, tetapi juga menghadapi berbagai perilaku siswa yang berlawanan karakter dan watak antara satu dan lainnya.
“Jadi, persoalannya bukan pada kekurangan ide, tetapi pada kemauan menulis dan meluangkan sedikit waktu menggarap ide ke bentuk tulisan kreatif,” kata Subhan.
Sementara itu, Pengawas Sekolah di Lima Kaum Batusangkar, Raulis turut membenarkan banyak ditemui guru yang belum memaksimalkan potensinya untuk menulis.
“Jangankan menulis kreatif seperti puisi, cerpen dan novel, menulis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan keharusan seorang guru untuk menunjang kenaikan pangkat, masih minim. Ini fakta yang harus kita sikapi bersama. Maka, lewat pelatihan menulis kreatif seperti ini memberikan motivasi kepada para guru untuk menulis,” ujar Raulis.
Guru yang Menulis
Penulis sekaligus guru sekolah dasar (SD), Refdinal Castera adalah salah satu contoh guru yang berhasil menerbitkan buah pikirannya dalam novel. Ia menerbitkan novel trilogi berjudul Satu Huruf di Mesin Tik. Novel ini merupakan novel kedua setelah novel pertamanya Meniti Buih Menerobos Tantangan diterbitkan tahun lalu oleh FAM Publishing, Divisi Penerbitan Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.
Refdinal Castera, yang ikut hadir sebagai peserta di acara itu mengatakan dengan menulis kreatif, ia merasa menjadi guru yang menginspirasi para siswanya untuk ikut berkarya.
“Saya merasakan pengaruhnya dengan menulis buku, dan pergaulan sesama guru dan penulis pun makin luas. Ini mendatangkan kebahagiaan buat saya,” ujar dia.
Menulis buku dan novel menurutnya bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak hanya dilakukan kalangan tertentu seperti sastrawan, seniman, budayawan, penulis, dan wartawan, tetapi juga orang yang berprofesi sebagai guru.
Editor : Bayu Probo
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...