Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:39 WIB | Sabtu, 16 Oktober 2021

Tak Bisa Temui Suu Kyi, Utusan ASEAN Gagal Kunjungi Myanmar

Tak Bisa Temui Suu Kyi, Utusan ASEAN Gagal Kunjungi Myanmar
Menteri Luar Negeri Kedua Brunei, Erywan Yusof. (Foto: dok. AP/Adrian Dennis)
Tak Bisa Temui Suu Kyi, Utusan ASEAN Gagal Kunjungi Myanmar
Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing (Foto: dok. AP/Alexander Zemlanichenko)

KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM-Utusan ASEAN gagal kunjungi Myanmar, karena diberitahu tuan rumah bahwa dia tidak akan bertemu Aung San Suu Kyi.

Menteri Luar Negeri Kedua Brunei, Erywan Yusof, pada Agustus ditunjuk sebagai utusan khusus untuk menengahi diakhirinya krisis Myanmar. Namun, dia tiba-tiba membatalkan perjalanannya ke negara yang dilanda kekerasan pekan ini setelah diberitahu oleh tuan rumahnya bahwa dia tidak akan dapat bertemu Suu Kyi dan yang lainnya seperti yang dia inginkan.

Para diplomat top negara-negara Asia Tenggara membahas dalam pertemuan darurat Jumat (15/10) apakah akan mengizinkan pemimpin militer Myanmar menghadiri pertemuan puncak tahunan, setelah  utusan itu dilarang bertemu dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi.

Pejabat Myanmar mengatakan Erywan tidak dapat bertemu dengan Suu Kyi karena tuduhan kriminal terhadapnya.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah, mengatakan pada hari Jumat bahwa dia diberitahu bahwa Erywan sekarang mungkin bertujuan untuk mengunjungi Myanmar pada Senin depan, menjelang pertemuan puncak ASEAN 26-28 Oktober.

“Malam ini kami akan melihat detail usulan kunjungan. Jika tidak ada kemajuan nyata, maka sikap Malaysia akan tetap, bahwa kami tidak ingin jenderal itu menghadiri KTT. Tidak ada kompromi untuk itu," katanya.

Blok 10 negara ASEAN telah berada di bawah tekanan internasional yang kuat untuk mengambil tindakan tegas untuk memaksa negara anggota itu, Myanmar, membebaskan sejumlah tokoh politik, termasuk mantan pemimpin Suu Kyi, yang digulingkan dalam pengambilalihan militer 1 Februari, dan untuk menempatkan negara itu kembali ke jalan demokrasi.

Kekerasan di Myanmar dilaporkan telah menewaskan lebih dari 1.100 warga sipil sejak para jenderal menggulingkan pemerintahan Suu Kyi.

Mengizinkan Jenderal Senior Myanmar, Min Aung Hlaing, untuk menghadiri KTT ASEAN, yang akan berlangsung melalui video, dapat dianggap sebagai pengakuan atas pengambilalihan militer yang secara tiba-tiba menghentikan salah satu transisi demokrasi paling fenomenal di Asia dalam sejarah baru-baru ini setelah beberapa dekade pemerintahan militer.

Di antara para pemimpin dunia yang akan menghadiri KTT tersebut adalah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang telah mengecam kemunduran demokrasi dan memberikan sanksi terhadap para jenderal Myanmar, anggota keluarga dan rekan mereka.

Para menteri luar negeri ASEAN pada hari Jumat bertemu mempertimbangkan sejumlah proposal, termasuk mengizinkan Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan tanpa mengizinkannya berbicara, atau melarangnya menghadiri, tetapi mengizinkan perwakilan sipil tingkat rendah untuk hadir menggantikannya, kata seorang diplomat Asia Tenggara kepada The Pers Associated. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena kurangnya wewenang untuk membahas masalah ini secara terbuka.

Delegasi Myanmar menghadiri Majelis Umum PBB bulan lalu di New York tetapi tidak bicara di badan tersebut, sebuah pengaturan yang mungkin dapat diadopsi oleh ASEAN, kata diplomat itu.

Saifuddin mengatakan ASEAN tidak “menurunkan perwakilan anggota ke KTT” dan akan melihat opsi lain. Dengan menteri luar negeri yang ditunjuk militer Myanmar menunjukkan kehadirannya pada pertemuan tingkat menteri Jumat malam, Saifuddin menyuarakan harapan blok tersebut dapat menemukan cara untuk mengatasi perbedaan mereka.

Myanmar secara luas dipandang melakukan sangat sedikit untuk menghormati komitmennya, meskipun mengklaim telah membantu memfasilitasi bantuan kemanusiaan. Suu Kyi telah ditahan sejak pengambilalihan militer, dan saat ini diadili atas beberapa tuduhan yang menurut para pendukung dan analis independennya dibuat-buat dan upaya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer.

ASEAN dilumpuhkan oleh kebijakan dasar non-intervensi dalam urusan domestik negara-negara anggota dan oleh pengambilan keputusan konsensus, yang berarti hanya satu negara anggota yang dapat menolak proposal apa pun. Tetapi beberapa anggota merasa tindakan itu dibenarkan karena kerusuhan besar di Myanmar dapat memicu ketidakstabilan regional.

Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr, telah mendukung posisi mitranya dari Malaysia, memperingatkan “jika kita mengalah dengan cara apa pun, kredibilitas kita sebagai organisasi regional yang nyata akan hilang.”

Locsin telah menuntut Myanmar kembali ke tatanan politiknya sebelum pengambilalihan militer 1 Februari. “Kami tidak bisa bergerak maju, kecuali Anda kembali seperti semula,” kata Locsin tetapi menambahkan “tanpa tentara … Myanmar akan menjadi apa yang mungkin mereka berikan kepada Anda: neraka anarki.” (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home