Taliban Minta Barat Pertimbangkan Kembali Keputusan terhadap Perempuan Afghanistan dan Berdamai
DOHA, SATUHARAPAN.COM-Pada hariMinggu (30/6), Taliban memberitahu negara Barat untuk mempertimbangkan ketentuan yang telah mereka terapkan pada perempuan Afghanistan demi meningkatkan relasi antar negara.
Kepala juru bicara mereka, Zabihullah Mujahid, mengatakan bahwa Taliban berpegang pada moral agama dan budaya serta aspirasi masyarakat yang harus diakui untuk memfasilitasi hubungan bilateral yang progresif dan tidak memicu perselisihan.
Mujahid menyatakan tuntutannya pada hari pembukaan pertemuan PBB di Qatar untuk meningkatkan keterlibatan dengan Afghanistan dan member respons yang lebih terkoordinasi mengenai isu-isu yang terjadi.
Ini merupakan pertemuan ketiga di Doha yang disponsori oleh PBB. Taliban tidak diundang pada pertemuan yang pertama, dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gueterres, menyatakan bahwa mereka telah menetapkan persyaratan yang tidak dapat diterima untuk menghadiri pertemuan kedua di bulan Februari, termasuk tuntutan agar anggota masyarakat sipil Afghanistan tidak diikutsertakan dalam pembicaraan tersebut dan bahwa Taliban akan diperlakukan sebagai penguasa sah negara tersebut.
Perempuan Afghanistan tidak diikutsertakan dalam pertemuan terakhir di Doha.
Tidak ada negara yang secararesmi telah mengakui Taliban dan PBB menyatakan bahwa pengakuan tersebut hampir mustahil terjadi selama larangan mengenai pendidikan dan pekerjaan bagi kaum perempuan masih diterapkan.
Namun, pada hari Minggu, Mujahid menentang dengan mengatakan bahwa pemahaman politik antara Taliban dengan negara lain meningkat secara stabil.
Dia mengatakan bahwa Kazakhstan telah mengeluarkan Taliban dari dalam daftar negara terlarang mereka dan bahwa Rusia akan melakukan hal yang serupa dalam waktu dekat. Setelah bertemu dengan para utusan khusus di sisi ruangan, Mujahid mengatakan bahwa Saudi Arabia menunjukkan keinginannya untuk membuka kembali kedutaan di Kabul.
Mujahid menekankan bahwa hubungan Taliban dengan negara regional menunjukkan bahwa Taliban memiliki komitmen dan kapasitas untuk memulai dan menjaga sebuah hubungan antar-negara.
“Saya tidak memungkiri bahwa beberapa negara mungkin memiliki masalah dengan nilai-nilai negara Muslim,” kata Mujahid dalam pidatonya. “Saya pikir perbedaan kebijakan antar negara adalah hal yang natural, dan itu adalah tugas dari para diplomat untuk mencari cara untuk saling berinteraksi dan memahami daripada saling berselisih.”
Perbedaan serupa seharusnya tidak meningkat sampai pada titik di mana negara yang berkuasa menggunakan kekuatan mereka untuk memengaruhi keamanan, isu politik, dan tekanan ekonomi yang berdampak pada Afghanistan. Dia tidak menyebutkan keputusan tidak adil terhadap kaum perempuan yang telah menimbulkan kemarahan global, tetapi hanya merujuknya sebagai ‘masalah internal’. Taliban telah menolak kritik atas perlakuan mereka terhadap kaum perempuan di Afghanistan dan menganggapnya sebagai bentuk campur tangan.
“Sebagaia kibatnya, negara lain terutama Negara Barat, dapat menghilangkan hambatan yang menghalangi perkembangan hubungan dengan pemerintahan Afghanistan,” ujar Mujahid.
Keputusan untuk tidak mengikutsertakan perempuan Afghanistan ke dalam pertemuan telah menimbulkan teguran dari negara-negara sayap kanan, Richard Bennett selaku Pelapor HAM PBB, dan Malala Yousufzai selaku pemenang hadiah Nobel.
Yousufzai, korban penyerangan oleh penembak Taliban karena telah menyuarakan hak pendidikan bagi kaum perempuan, menulis melalui akun media sosial X padahari Kamis lalu bahwa ia telah berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengenai pertemuan di Doha.
Ia mengatakan bahwa ia khawatir dan kecewa karena Taliban telah diundang untuk menemui utusan khusus PBB sementara kaum perempuan Afghanistan dan para pembela HAM tidak diikutsertakan dalam pembicaraan tersebut.
Mengadakan pertemuan tanpa perempuan Afghanistan telah memberi sinyal bahwa dunia telah bersedia untuk mengakomodasikan tuntutan Taliban.
Ia menambahkan bahwa apa yang Taliban lakukan di Afghanistan dapat dianggap sebagai diskriminasi jender.
Sebelumnya, petinggi PBB di Afghanistan, Roza Otunbayeva, membela bahwa kegagalan dalam mengikutsertakan perempuan Afghanistan dalam pertemuan di Doha menunjukkan bahwa tuntutan untuk hak asasi kaum perempuan harus lebih ditingkatkan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...