Taliban Pakistan: Pemerintah Harus Menerapkan Hukum Islam
PAKISTAN, SATUHARAPAN.COM - Taliban Pakistan mengatakan pada pemerintah bahwa tidak ada kesempatan perdamaian di Pakistan kecuali Pakistan mengubah sistem politik dan hukum dengan secara resmi menerapkan hukum Islam.
Pemerintahan Perdana Menteri Nawaz Sharif menginginkan adanya negoisasi penyelesaian pertempuran dengan militan namun pembicaraan mogok di bulan ini setelah serangkaian serangan.
Dalam pertemuan tatap muka yang jarang terjadi dengan wartawan pada hari Jumat (21/2) di sebuah lokasi yang dirahasiakan di Waziristan, wilayah tanpa hukum di perbatasan Afghanistan, juru bicara utama Taliban Shahidullah Shahid mengatakan masih berharap negosiasi akan berlanjut.
"Meskipun pemboman baru-baru ini di Waziristan Utara dan pembunuhan 74 anggota kami oleh pasukan keamanan selama pembicaraan damai, kita masih serius tentang pembicaraan," kata Shahidullah Shahid dengan AK - 47 bandolier di dadanya.
"Jika pembicaraan yang akan diadakan itu hanya di bawah syariah (hukum Islam). Kami telah mejelaskan itu kepada komite pemerintah. Kami berjuang untuk penegakan syariah dan kami sedang mengadakan pembicaraan untuk tujuan yang sama."
Pakistan adalah negara Muslim konservatif dan meskipun konstitusi berakar dalam tradisi Islam, namun sistem hukum didasarkan pada hukum umum Inggris dan warga negara dijamin kebebasan fundamentalnya dalam bersuara dan beragama.
Nawaz Sharif yang berkuasa sejak 5 Juni tahun lalu dengan janji akan membujuk Taliban supaya menghentikan pertempuran, mengusulkan melegalkan kelompok terlarang Taliban menjadi entitas politik. Sebelumnya saat menjadi perdana menteri pertama kali, ia mencoba memperkenalkan syariah di akhir 1990-an sebelum ia digulingkan dalam kudeta militer.
Dicekam Rasa Takut
Tahun ini dimulai dengan gelombang kekerasan di Pakistan, gerilyawan Taliban melakukan serangan hampir setiap hari dan tentara menanggapi dengan kekuatannya di daerah suku yang bergolak di perbatasan Afghanistan di mana sebagian besar gerilyawan berbasis.
Pada Sabtu (15/2), sembilan gerilyawan terbunuh dalam serangan helikopter tempur yang menargetkan tempat persembunyian gerilyawan di wilayah Hangu, kata pejabat militer setempat.
Pemimpin Taliban meminta wartawan untuk tidak mengidentifikasi lokasi pertemuan. Daerah tampak tegang dan dicekam rasa takut, dengan banyak toko-toko dan rumah-rumah yang rusak akibat pemboman baru-baru ini.
Di Pakistan banyak yang mengadakan pembicaraan damai dengan Taliban yang sudah menyebabkan kematian lebih dari 40.000 orang sejak tahun 2007 awal kampanye Taliban melawan pemerintah Islamabad.
Dengan kekerasan yang terus terjadi, banyak yang bingung dengan desakan supaya kedua belah pihak melanjutkan negoisasi perdamaian.
Militer Pakistan, sebuah lembaga yang kuat yang telah memerintah negara itu selama setengah dari seluruh sejarah sejak tahun 1947, secara terbuka mendukung pembicaraan tapi secara pribadi pejabat senior mengungkapkan frustrasi, meningkatkan spekulasi bahwa angkatan bersenjata akan melakukan tindakan keras.
Operasi militer besar terakhir adalah pada tahun 2007 ketika tentara memaksa keluar gerilyawan Taliban dari lembah Swat yang sangat konservatif.
Taliban Pakistan beroperasi secara terpisah dari pemberontak Afghanistan tetapi serupa dalam taktik dan ideologi.
Taliban oleh warga Pakistan Liberal dipandang memiliki satu keyakinan agama yang keras dari abad pertengahan, termasuk larangan pendidikan perempuan dan vaksinasi polio.
Petugas kesehatan diserang secara teratur karena Taliban melihat vaksin sebagai plot Barat untuk mensterilkan Muslim.
"Tetes Polio bukan vaksin terhadap penyakit," kata Azam Tariq, pimpinan Taliban lain kepada wartawan sambil menggenggam tasbih di tangannya. "Itu adalah kampanye untuk merusak Islam." (reuters.com)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...