Taliban: Perempuan Boleh Belajar di Universitas dengan Pemisahan Jender
Afghanistan menghadapi tantangan ekonomi yang berat. Orang-orang antre untuk mengambil tabungan di bank.
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Perempuan di Afghanistan dapat melanjutkan studi di universitas, termasuk di tingkat pasca sarjana, tetapi ruang kelas akan dipisahkan berdasarkan jender dan pakaian Islami adalah wajib, kata menteri pendidikan tinggi pada pemerintah baru Taliban, hari Minggu (12/9).
Pengumuman itu datang ketika seorang pejabat Taliban mengatakan menteri luar negeri Qatar tiba di ibukota Afghanistan, Kabul, pejabat tingkat tertinggi pertama yang berkunjung sejak Taliban mengumumkan Kabinet sementara mereka. Belum ada konfirmasi tentang kunjungan tersebut oleh pejabat Qatar.
Minggu pagi, menteri pendidikan tinggi, Abdul Baqi Haqqani, memaparkan kebijakan baru pada konferensi pers, beberapa hari setelah penguasa baru Afghanistan membentuk pemerintahan yang seluruhnya laki-laki. Pada hari Sabtu, Taliban telah mengibarkan bendera mereka di atas istana presiden, menandakan dimulainya pekerjaan pemerintah baru.
Dunia telah mengamati dengan cermat untuk melihat sejauh mana Taliban mungkin bertindak berbeda dari pertama kali mereka berkuasa, pada akhir 1990-an. Selama era itu, anak perempuan dan perempuan tidak mendapat pendidikan, dan dikucilkan dari kehidupan publik.
Taliban menyebutkan mereka telah berubah, termasuk dalam sikap mereka terhadap perempuan. Namun, perempuan telah dilarang berolah raga dan Taliban telah menggunakan kekerasan dalam beberapa hari terakhir terhadap pengunjuk rasa perempuan yang menuntut persamaan hak.
Haqqani mengatakan Taliban tidak ingin memutar waktu kembali 20 tahun. "Kami akan mulai membangun apa yang ada hari ini," katanya.
Namun, mahasiswi akan menghadapi pembatasan, termasuk aturanwajib dalam berpakaian. Haqqani mengatakan jilbab akan menjadi wajib tetapi tidak menentukan apakah ini berarti jilbab wajib atau juga penutup wajah wajib.
Pemisahan Jender
Segregasi jender juga akan ditegakkan, katanya. “Kami tidak akan mengizinkan anak laki-laki dan perempuan untuk belajar bersama,” katanya. “Kami tidak akan mengizinkan pendidikan bersama.”
Haqqani mengatakan mata pelajaran yang diajarkan juga akan ditinjau. Meski tidak merinci, dia mengatakan ingin lulusan universitas Afghanistan dapat bersaing dengan lulusan universitas di kawasan itu dan seluruh dunia.
Taliban, yang menganut interpretasi Islam yang ketat, melarang musik dan seni selama masa kekuasaan mereka sebelumnya. Kali ini televisi tetap ada dan saluran berita masih menampilkan presenter perempuan, tetapi pesan Taliban tidak menentu.
Dalam sebuah wawancara di TOLO News Afghanistan yang populer, juru bicara Taliban, Syed Zekrullah Hashmi, mengatakan pekan lalu bahwa perempuan harus melahirkan dan membesarkan anak.
Sementara Taliban tidak mengesampingkan partisipasi perempuan dalam pemerintahan, juru bicara itu mengatakan "tidak perlu perempuan berada di Kabinet."
Jeans Dilarang
Taliban merebut kekuasaan pada 15 Agustus, hari ketika mereka menyerbu Kabul setelah merebut provinsi-provinsi terpencil dalam kampanye militer yang cepat. Mereka awalnya menjanjikan inklusivitas dan amnesti umum untuk mantan lawan mereka, tetapi banyak orang Afghanistan tetap sangat takut pada penguasa baru.
Pejabat polisi Taliban telah memukuli wartawan Afghanistan, membubarkan protes perempuan dengan kekerasan dan membentuk pemerintahan yang seluruhnya laki-laki meskipun pada awalnya mereka mengatakan akan mengundang perwakilan yang lebih luas.
Kebijakan pendidikan tinggi yang baru menandakan perubahan dari praktik yang diterima sebelum pengambilalihan Taliban. Universitas digabungkan, dengan pria dan wanita belajar berdampingan, dan siswa perempuan tidak harus mematuhi aturan berpakaian. Namun, sebagian besar mahasiswi memilih untuk mengenakan jilbab sesuai dengan tradisi.
Di sekolah dasar dan menengah, anak laki-laki dan perempuan diajarkan secara terpisah, bahkan sebelum Taliban berkuasa. Di sekolah menengah, anak perempuan harus mengenakan tunik sampai ke lutut dan jilbab putih. Celana jeans, riasan, dan perhiasan tidak diizinkan.
Kunjungan Delegasi Qatar
Juru bicara politik Taliban, Suhail Shaheen, tweeted hari Minggu (12/9) tentang delegasi Qatar, mengatakan itu termasuk Sheikh Mohammad bin Abdur Rahman Al-Thani, wakil perdana menteri yang juga menteri luar negeri Qatar.
Menteri luar negeri Qatar bertemu dengan Perdana Menteri Taliban, Mohammad Hasan Akhund, kata Shaheen. Delegasi Qatar juga bertemu dengan mantan presiden Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah, kepala negosiator pemerintah sebelumnya dalam pembicaraan damai dengan Taliban.
Taliban telah mempertahankan kantor politiknya di ibu kota Qatar, Doha sejak 2013. Pekan lalu, Qatar Airways menjadi maskapai internasional pertama yang mulai mengoperasikan penerbangan internasional dari bandara Kabul, mengangkut lebih dari 250 warga negara asing, termasuk warga negara AS.
Qatar juga telah memberikan bantuan teknis, bersama dengan Turki, untuk memulai kembali bandara, yang telah dirusak oleh pasukan AS yang meninggalkan Afghanistan pada 30 Agustus setelah mengevakuasi puluhan ribu warga Afghanistan yang melarikan diri dari Taliban.
Tantangan Ekonomi
Sementara itu, pemerintah Taliban menghadapi tantangan ekonomi yang sangat besar dengan peringatan hampir setiap hari tentang kehancuran ekonomi yang akan datang dan krisis kemanusiaan. PBB memperingatkan hal itu dapat mendorong 97% warga Afghanistan di bawah tingkat kemiskinan pada akhir tahun.
Ribuan orang Afghanistan yang putus asa menunggu setiap hari di luar bank Afghanistan selama berjam-jam untuk menarik jatah mingguan sebesar US$ 200. Dalam beberapa hari terakhir, Taliban tampaknya telah mencoba untuk membangun sistem yang memungkinkan pelanggan untuk menarik dana tetapi dengan cepat memburuk menjadi lambaian tangan ketika orang banyak melonjak menuju gerbang bank.
Di luar New Kabul Bank, bank swasta pertama Afghanistan yang didirikan pada tahun 2004, hampir 2.000 orang meminta uang mereka pada hari Minggu.
Bagi Zaidullah Mashwani, hari Minggu adalah hari ketiga dia datang ke bank dengan harapan mendapatkan US$ 200. Setiap malam Taliban membuat daftar pelanggan yang memenuhi syarat untuk hari berikutnya dan pada pagi hari Mashwani mengatakan daftar baru disajikan.
“Ini uang kita. Rakyat berhak memilikinya,” katanya. “Tidak ada yang punya uang. Pemerintah Taliban perlu melakukan sesuatu agar kami bisa mendapatkan uang kami.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...