Taman Gurita, Kisah Makhluk Laut Menetaskan Telur-telurnya
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Kebanyakan gurita hidup menyendiri. Jadi para ilmuwan terkejut menemukan ribuan gurita berkerumun, melindungi telur-telur mereka di dasar laut lepas pantai California tengah.
Kini para peneliti mungkin telah memecahkan misteri mengapa gurita mutiara ini berkumpul: Panas yang merembes dari dasar gunung berapi bawah laut yang telah punah membantu telur-telur mereka menetas lebih cepat.
“Ada keuntungan yang jelas dari “duduk di bak mandi” air panas alami ini,” kata Janet Voight, ahli biologi gurita di Field Museum of Natural History di Chicago dan salah satu penulis penelitian tersebut, yang diterbitkan hari Rabu (23/8) di Science Advances.
Para peneliti menghitung bahwa lokasi sarang yang dipanaskan mengurangi separuh waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas sehingga mengurangi risiko dimakan oleh siput, udang, dan predator lainnya.
Situs bersarang, yang oleh para ilmuwan dijuluki sebagai “taman gurita”, pertama kali ditemukan pada tahun 2018 oleh para peneliti dari Suaka Laut Nasional Teluk Monterey dan lembaga lainnya. Tim menggunakan kendaraan jarak jauh di bawah air untuk memfilmkan kerumunan hampir 6.000 gurita yang bersarang di kedalaman dua mil.
Gurita, seukuran jeruk bali, bertengger di atas telurnya yang diletakkan di atas batu yang dipanaskan oleh air yang merembes dari dasar laut.
“Sungguh luar biasa, kami tiba-tiba melihat ribuan gurita berwarna mutiara, semuanya terbalik, dengan kaki terangkat ke udara dan bergerak. Mereka mengusir calon predator dan mempertahankan telur-telurnya,” demi aliran air dan oksigen yang merata, kata ahli biologi kelautan National Oceanic and Atmospheric Administration, Andrew DeVogelaere, salah satu penulis penelitian.
Hanya kilau kabur dari air panas yang keluar dan bertemu dengan laut yang sangat dingin yang mengingatkan para peneliti akan rembesan hidrotermal. Namun mereka masih belum mengetahui secara pasti mengapa gurita itu berkumpul di sana.
Selama tiga tahun, para ilmuwan memantau lokasi tersebut untuk memahami siklus penetasan, mencatat tahap perkembangan telur di 31 sarang dan kematian induk gurita yang tak terhindarkan.
“Setelah anak gurita keluar dari sarang dan segera berenang ke dalam kegelapan, induknya, yang tidak pernah meninggalkan sarangnya dan tidak pernah terlihat makan selama bersarang, akan segera mati,” kata James Barry, ahli biologi di Monterey Institute dan rekan-rekannya, penulis penelitian.
Para peneliti menemukan bahwa telur di lokasi ini menetas setelah sekitar 21 bulan, jauh lebih singkat dibandingkan empat tahun atau lebih yang dibutuhkan telur gurita laut dalam lainnya.
“Biasanya, air yang lebih dingin memperlambat metabolisme dan perkembangan embrio serta memperpanjang masa hidup di laut dalam. Namun di sini, di tempat ini, kehangatan nampaknya mempercepat segalanya,” kata Adi Khen, ahli biologi kelautan di Scripps Institution of Oceanography, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Mike Vecchione, ahli zoologi Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian yang tidak terlibat dalam penelitian ini, memuji kegigihan para peneliti “untuk mengumpulkan begitu banyak data rinci tentang lokasi terpencil tersebut.”
Taman gurita semacam itu “mungkin tersebar luas dan sangat penting di laut dalam, dan sebelumnya kita hanya tahu sedikit tentangnya,” katanya. “Masih banyak hal yang bisa ditemukan di laut dalam.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...