Tanggung Jawab Moral Setelah Menerima Penghargaan
SATUHARAPAN.COM - Banyak lembaga di banyak Negara di dunia memberikan penghargaan pada warga di muka bumi ini untuk menyampaikan apresiasi atas capaian-capaian dalam hidup seseorang dalam bidang tertentu. Penghargaan (awards) adalah pengakuan atas apa yang dilakukan dan dicapai yang biasanya melampau warga yang lain.
Setiap tahun berita tentang pemberian penghargaan selalu menarik perhatian. Namun demikian, begitu banyak penghargaan dengan begitu banyak jenisnya. Setidaknya ada penghargaan yang didasarkan atas dasar evidences yang bisa dipertanggung jawabkan dan diberikan dengan ketulusan. Ada juga yang diberikan atas dasar relasi trasaksional yang hanya menyangkut kepentingan pihak-pihak yang bertransaksi.
Kondisinya serupa dengan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada yang memiliki ijazah kesarjanaan melalui relasi transaksi, dan ada ijazah yang diperoleh karena capaian akademis. Publik yang merasakan dan bisa mengukur untuk masing-masih jenis ijazah itu, dan juga jenis penghargaan itu.
Dalam konteks ini, publik di Indonesia bisa melihat apakah penghargaan Negarawan Dunia yang diberikan oleh Appeal Conscience Faundation kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu atas dasar relasi transaksi atau atas dasar capaian-capaian yang dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan posisinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan yang bersumpah untuk menjalankan undang-undang dan konstitusi, khususnya dalam bidang menjamin kebebasan beragama dan melindungi hak azasi manusia warga Negara Indonesia.
Pertimbangan-pertimbangan ini justru yang tidak pernah tampak sejak munculnya pro dan kontra penghargaan ini. Ada hal yang oleh pemberi dan penerima pengharagaan enggan diungkap, yaitu pertemuan delegasi Indonesia pada 4 Februari. Siapa mereka dan apa yang dibicarakan, sehingga sudah diputuskan begitu dini. Sedangkan tradisi ACF menyerahkan penghargaan pada September atau Oktober. Hal ini terjadi karena pihak ACF begitu jumawah dan enggan merespons barang sedikit sikap yang muncul di kalangan warga Indonesia.
Baiklah, hal-hal yang ‘misteri’ dari pemberian penghargaan ini biarlah terus menjadi misteri, meskipun tidak bebas dari risiko. Pertanyaan tanpa jawaban akan terus dipersepsi sebagai kebohongan oleh masyarakat yang skeptik, meskipun bisa saja dianggap fakta oleh kalangan tertentu yang lain. Oleh karena itu, penghargaan ini harus disikapi terutama dengan mewujudkan capaian-capaian yang akhirnya layak dengan tulus diapresiasi.
Pihak Istana, Kedubes Indonesia di Amerika Serikat, Kementerian Luar Negeri, dan sejumlah Ormas menyebutkan bahwa penghargaan itu untuk bangsa Indonesia. Maka perlu dibuktikan, sepulang dari New York, setelah jamuan makan malam dan tepuk tangan, Presiden dengan tegas menunjukkan sebagai kepala negara yang menjamin kebebasan beragama dan melindungi HAM. Setidaknya dengan memulihkan para korban kekerasan kelompok intoleran dan memproses secara hukum pihak-pihakn yang melanggar.
Hal itu juga perlu dilakukan agar pernyataan Presiden pada perayaan Waisak lalu tidak dianggap sebagai kata-kata kosong atau bahkan berbohong. Presiden ketika itu mengatakan, "Kita harus memastikan dihentikannya semua bentuk ancaman, intimidasi, dan agitasi -termasuk perusakan pada rumah ibadah apapun, dan penyerangan pada penganut agama manapun. Saya sampaikan bahwa pihak-pihak yang mengancam hak-hak warga negara yang menjalankan ibadahnya di negeri ini tidak dibenarkan." kata dia.
Jika benar bahwa penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi kepada bangsa Indonesia, selanjutnya rakyat yang merasakan makna penghargaan itu: kebebasan beragama dan hak azasi manusia ditempatkan secara terhormat dalam kehidupan nyata dan sehari-hari dalam bangsa ini. Bukan dalam pidato dan seremonial yang penuh basa-basi.
Jika sepulang dari New York tidak ada perubahan ke arah tindakan nyata yang sejalan dengan konstitusi dan dasar negara, maka penghargaan itu mencederai keindonesiaan kita. Dan rakyat akan menilai jenis yang mana penghargaan yang diterima dari ACF itu. Penghargaan, apapun, haruslah dimaknai sebagai tanggung jawab moral untuk menunjukkan komitmet yang dimaknai oleh maksud penghargaan itu. Tanggung jawab justru harus nyata setelah diterima.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...