Teater Pandora Mempersembahkan Pernikahan Darah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bercerita tentang perempuan, dendam, cinta, dan permusuhan antar keluarga, lakon Pernikahan Darah yang dipersembahkan oleh Teater Pandora dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation akan digelar pada tanggal 15-17 Januari 2016, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pernikahan Darah merupakan karya dalam trilogi Federico García Lorca yang cukup terkenal di kalangan dramawan dunia. Dengan cakap, Lorca menggabungkan unsur puisi, lirik, struktur drama, musik, dan simbol-simbol alam yang digambarkan seperti pisau, tanah, darah, bulan, bumi, dan bunga.
Pernikahan Darah menceritakan permusuhan antara lelaki untuk seorang perempuan dalam memperebutkan cinta.
Meski Cinta Sudah Dicampakkan
Meski sudah dicampakkan oleh Leonardo, Helena sang perempuan yang masih menaruh hati kepada Leonardo memutuskan untuk menikah dengan seorang pemuda yang bernama Antonio. Inang, ibu dari Antonio belum bisa melupakan luka, tatkala harus kehilangan suami dan anak laki-laki tertua di tangan keluarga Leonardo. Dendam lama belum lagi usai, sementara itu Leonardo memilih untuk menikahi sepupu Helena dan kehidupan keluarga mereka jauh dari bahagia karena Leonardo belum mampu melupakan Helena.
Secara keseluruhan, apa yang tersaji dalam lakon ini adalah tragedi.
Inang, Helena, dan Istri Leonardo merupakan tiga perempuan yang mewakili perasaan kehilangan, kesedihan, dendam, pengkhianatan, dan cinta.
Cerita yang Diadaptasi dari Budaya Batak
Teater Pandora mengadaptasi ulang naskah tersebut melalui konsep realis-magis. Pendekatan aktor yang kuat dalam penokohan menjadi dasar dari penyutradaraan. Adaptasi cerita diangkat dari kebudayaan Batak (Sumatera Utara) sebagai pilihan utama di antara keberagaman yang ada di nusantara. Tradisi Spanyol yang lekat di naskah asli digabungkan dengan tradisi Batak untuk melihat benang merah di antara keduanya. Sebuah cerita yang berangkat dari kosmologi kuno kebudayaan Batak yang menggambarkan diri mereka sebagai raja, pembantu, dan kawan antar sesama, serta mengisyaratkan hubungan egaliter yang saling membutuhkan satu sama lain.
Konsep marga dalam kultur Batak memperlihatkan hubungan yang tidak hanya mempertegas garis keturunan, tetapi juga ikatan darah, jiwa, dan batin.
Filosofi Kain Ulos
Perayaan atas kelahiran, pernikahan, dan kematian memiliki arti dan tata cara adat yang khas dalam kebudayaan Batak. Sebagai contoh adalah Ulos. Ulos merupakan kain hasil tenunan yang menjadi identitas terhadap si pemakai tatkala datang menghadiri sebuah perayaan. Ulos pernikahan akan berbeda dengan ulos kematian dalam segi motif, warna, dan pemaknaannya. Setiap suku di Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, dan sebagainya) memiliki jenis dan pemaknaan terhadap Ulos.
Terkait konsep tersebut, Teater Pandora berusaha menyajikan percakapan budaya diantara keberagaman tersebut melalui panggung pertunjukan yang berpadu dengan tarian, musik, dan visual panggung tanpa menghilangkan pakem dasar dari tradisi demi menghadirkan nuansa Batak yang juga Spanyol.
Dalam produksi kali ini, Yoga Mohamad, bertindak sebagai sutradara sekaligus konseptor dalam adaptasi lakon Pernikahan Darah. Dia merupakan lulusan Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, yang pernah mengenyam pendidikan teater sebagai aktor dan sutradara di bawah arahan I Yudhi Soenarto bersama Teater Sastra UI dan Aldisar Syafar. Yoga juga merupakan penulis naskah dari beberapa pementasan bersama Teater Agora, yang merupakan teater dari mahasiswa dan alumni Filsafat UI.
Beberapa nama lainnya yang bertindak sebagai konseptor adalah seorang perempuan bernama Jamilla Siregar. Dia dipercaya sebagai koreografer untuk segala jenis tarian yang hadir dalam pementasan ini. Lulusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan pecinta tari tradisi ini sudah akrab dengan berbagai penghargaan dalam bidang tari bersama kelompok tari di kampus yang bernama Komunitas Tari FISIP UI. Jamilla sering ikut bergabung dalam misi kebudayaan di luar Indonesia dan mengajar tari untuk beberapa kelas diluar kampus UI.
Selain itu, terdapat nama Martahan Sitohang sebagai penata musik pementasan ini. Putra Batak yang setia dalam melestarikan dan mengajarkan musik tradisional Batak seperti Taganing, Sarune, Hasapi, Sordam, dan sebagainya kepada anak-anak muda di Jakarta. Lulusan etnomusikologi Universitas Sumatera Utara ini berharap agar musik tradisi yang sudah menjadi akar kebudayaan tidak hanya untuk dilestarikan, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan dan diperkenalkan kedunia internasional.
Tentu saja semua itu dalam upaya meningkatkan kecintaan generasi muda dan masyarakat pada umumnya terhadap kekayaan dan keragaman budaya Indonesia, serta menciptakan percakapan budaya dibutuhkan kritik, diskusi, toleransi, dan keterbukaan demi mencapai kebudayaan yang satu, Indonesia. (indonesiakaya.com)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...