Teguh dan Tangguh di Tengah Badai
SATUHARAPAN.COM - Kebersamaan itu selalu dirindukan oleh siapapun. Manusia sebagai mahkluk sosial diciptakan oleh Tuhan Allah dengan kebutuhan untuk bersosialisasi, berinteraksi dan bersama orang lain.
Banyak lagu dan Film-film yang mengambarkan kebersamaan selalu menjadi moment yang indah dan mengesankan untuk dirasakan, dan dirayakan. Namun harus diakui bahwa kebersamaan itu juga penuh dengan dinamika. Misalnya 5 CM, film: Film ini menceritakan 5 (lima) sahabat yang telah menjalin persahabatan mereka selama 10 (sepuluh) tahun, kemudian sempat berpisah 3 (tiga) bulan. Akhirnya, mereka pun bertemu kembali dalam acara mendaki gunung bersama. Dalam pendakian inilah, bisa menyaksikan persahabatan, cinta dan dilema yang dihadapi mereka. Kebersamaan mereka rasa nano-nano, gado-gado. Varian rasanya banyak. Sebuah kata bijak menyatakan: “"Kesetiaan bermula dari kebersamaan, berkembang karena pengertian, dan bertahan karena rasa saling percaya". Betapa berharganya kebersamaan itu.
Kebersamaan dengan para sahabat, orang terkasih bahkan kebersamaan apalagi kebersamaan bersama Tuhan. Itulah sebabnya mengapa kebersamaan selalu dirindukan karena melengkapi kebutuhan kemanusiaan kita sebagai mahkluk sosial sekaligus spiritual.
Bersama atau Terasing
Hasrat dan Kerinduan untuk kebersamaan juga tak pandang usia. Tua, muda, pria dan wanita. Seorang anak kecil selalu ingin ditemani orang tuanya. Bahkan selama masa BDD (Belajar Dari Rumah) anak-anak juga bertanya kapan ya bisa sekolah lagi bertemu dengan temannya?. Lawan kata atau kondisi berkebalikan dari kebersamaan adalah keterpisahan, kesendirian, alienasi dan keterasingan yaitu kondisi dimana seseorang tidak terkoneksi dengan orang lain dan seolah menjalani hidup sendirian, tanpa dukungan, tanpa kehadiran bersama yang lain. Dalam perkembangan ilmu, teknologi dan informasi ketika semua terhubung dan tersambung dengan gadget, media sosial (connected), namun manusia bisa merasa Alone sendiri, dan lonely kesepian. Akan tetapi ada juga keadaan dimana kita sendirian tapi tidak merasa kesepian. Karena kita bisa memahami kebersamaan dengan suatu pikiran baru. Suatu paradox kehidupan yang kerap terjadi.
Keadaan inilah yang mungkin dirasakan oleh manusia saat ini. Pengalaman pandemi telah membuat kita pernah memiliki jarak fisik dan sosial dengan orang lain. Keadaan terpisah, sendiri, teralenasi ini akan menimbulkan keadaan stres, cemas dan takut apalagi jika masalah dan tantangan dihadapi cukup berat, mengancam. Pasca pandemic juga tidak terlalu mengubah gaya hidup individualisme yang merebak. Mengoyak kebersamaan dan gotong royong sebagai nilai bangsa. Melalui Firman Tuhan kita belajar bentuk kehadiran Tuhan Yesus Kristus ditengah perahu kehidupan Kita dan bagaimana kita memaknai dan memahami kehadiranNya yang membuat kita terus percaya bahwa Dia ada bersama kita.
Undangan Bertolak ke Seberang
4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." Ayat 35 dimulai dengan ajakan Yesus untuk mengajak para murid bertolak ke seberang. Kata seberang ditulis dalam Bahasa Yunani “peran” yang artinya the other side, beyond. Mengapa ajakan ke seberang ini penting untuk dipahami. Pelayanan Yesus berkisar disekitaran Galilea. Banyak orang membutuhkan kesembuhan dari penyakit, mendengarkan pengajaran tentang kerajaan Allah dan tanda-tanda kehadiranNya melalui kehadiran Yesus. Orang-orang yang mengikuti Yesus itu datang dari Yudea, Yerusalem, Idumea, Seberang Yordan, Tirus dan Sidon (Mark 3:7-12). Lokasi mereka sangat jauh dan luas. Yesus tidak menginginkan bahwa para muridNya menikmati situasi yang sama. Yesus melihat keluasan dari wilayah kerajaan Allah yang perlu dijangkau. Tak hanya itu saja, dan disitu saja. Yesus adalah guru yang mau jemput bola, turun ke bawah dan tak segan melakukan blusukan dari desa, ke desa dan kota. Namun bertolak ke seberang juga sebuah perjalanan penuh resiko. Sebuah perjalanan meninggalkan zona aman dan nyaman.
Saat itu, Yesus mengajak para murid untuk bertolak ke seberang, ke tanah orang Gerasa (Markus 5 mencatat Yesus tiba di daerah Gerasa). Dalam perjalanan menuju Gerasa, angin taufan dan ombak yang tinggi menggoncang perahu sehingga air masuk ke dalam perahu yang ditumpangi Yesus dan murid-murid-Nya. Situasi itu sontak menghadirkan ketakutan dan kepanikan. Takut binasa adalah perasaan yang tak terhindakan di tengah situasi yang mencekam itu. Kita perlu mengenali topografi Danau Galilea yang terkenal karena badainya. Badai itu bisa datang secara tiba-tiba dan benar-benar menguncangkan dan menakutkan. Badai adalah ancaman nyata yang bisa datang tiba-tiba. Dalam mitigasi resiko dan kemampuan membaca cuaca, nelayan pastilah berpengalaman. Namun badai yang menyerang mereka bukanlah badai biasa, ini badai luar biasa. Badai luar biasa ini dapat dilihat dari ekspresi ketakutan dan ketidakmampuan mereka mengatasi badai tersebut, yaitu badai yang berpotensi menghabiskan nyawa mereka.
Menempatkan Yesus di buritan merupakan tindakan penghormatan para murid kepada Yesus Sang Guru yang istimewa. Sebagai nelayan-nelayan yang berpengalaman mereka meyakini bisa melintasi danau dan menaklukkan badai seandainya badai datang tiba-tiba. Jam terbang dan pengalaman. Kompetensi diandalkan karena pengalaman. Yesus berada di dalam perahu ditempat yang terhormat sebagai tamu istimewa, dan tempat duduk itu justru ada di bagian buritan. Di perahu atau kapal-kapal modern, buritan adalah tempat yang nyaman. Disitu ada tempat duduk, karpet dan Kasur kecil, pengemudi kapal berdiri agak jauh didepan dek dan dekat buritan, agar bisa melihat lebih baik kedepan.
Pengalaman saya ketika naik perahu speed boat dari Ternate ke Halmahera, saya duduk dibelakang, sedangkan sopir speed baoatnya didepan. Perahu akan tergoncang-goncang melewati ombak dan kadang goncangan cukup kencang ketika laut bergolak. Yang bisa saya lakukan hanya pegangan kuat-kuat sambil berdoa dalam hati supaya segera sampai ditempat tujuan. Berani menyeberang berarti berani mengerjakan tugas, melintasi batas.
Krisis Menjadi Titik Balik
4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?". Taufan yang mengamuk dan sangat dasyat adalah gejala alam yang menakutkan dan menyeramkan. Perahu yang dihantam gelombang bisa menyebabkan perahu oleng terombang ambing. Saat air sudah memenuhi perahu itu pertanda bahwa perahu bisa karam dan tenggelam. Kapal atau perahu yang dihantam ombak dan taufan dasyat berpotensi hancur dan luluh lantak dan tenggelam. Suatu kondisi krisis yang mengancam para murid, nyawa mereka dipertaruhkan. Kondisi yang bertolak belakang terjadi disini, para murid yang berjibaku mengamankan perahu supaya tidak tenggelam, mengarahkan layar, menguras air yang masuk dan memenuhi perahu. Saat keadaan badai menyerang itu Yesus sedang tidur di buritan. Kondisi tidur itu mungkin membuat mereka kepayahan dan nyaris putus asa sehingga membangunkan Yesus yang tidur di buritan kapal.
Saat itulah para Murid membangunkan Tuhan Yesus sedang tidur di buritan. Kata membangunkan ditulis dengan “egeiro” yang artinya mereka berusaha membangunkan Yesus untuk meminta kepeduliaan Yesus ditengah ketakutan dan ancaman nyata. Tindakan membangunkan Yesus karena mereka takut binasa dan tidak ingin berpisah dengan Yesus adalah cara yang tepat. Cara mereka membangunkan seperti sebuah protes: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?. Ungkapan ini adalah seruan untuk menggugah kepeduliaan Yesus atas ancaman nyata yang terjadi. Ungkapan dan teriakan para murid juga menggambarkan perasaan takut yang mendera mereka. Apa yang mereka takutkan? Mereka takut mereka akan binasa, namun juga seruan bahwa para murid tak ingin mereka berpisah dengan Yesus. Jika ditengah badai yang mengamukpun Yesus bisa tidur nyenyak di buritan, kamipun juga ingin “tetap tenang di tengah badai” seperti Yesus.
4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Menarik untuk diperhatikan bahwa kata-kata yang dipergunakan Yesus pada angin dan ombak adalah kata-kata yang sama dengan yang Ia ucapkan untuk roh jahat yang dalam Markus 1:25, Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!"seperti sifat dari roh jahat yang merasuki manusia yang menghancurkan, merusak, menakutkan, menggocoh hingga menimbulkan kerusakan dan kerugian besar demikian juga daya dekstruktif badai yang merusak, menghancurkan dan menimbulkan korban dan kerugian yang besar. Pada waktu itu ada semacam kepercayaan bahwa roh-roh jahat juga berkuasa atas alam.
4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya? " 4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?". Injil Markus 4:35-41 menceritakan rasa takut yang muncul ketika situasi di luar kendali manusia. Rasa takut yang ditulis dengan kata deilos yang artinya sangat ketakutan yang membuat mereka memiliki jiwa-jiwa penakut. Yesus memahami ketakutan para murid. Ketakutan dalam kadar tertentu sangatlah manusiawi, namun jika ketakutan menjadikan seseorang tak lagi percaya kepada Tuhan dan kuasaNya, serta mujizatNya, ketakutan seperti inilah yang menjauhkan diri kita dari Allah dan rencanaNya. Pertanyaannya adalah apakah ketakutan dan krisis hidup membuat kita dekat atau malah jauh dari Allah? Dalam Firman Tuhan dikatakan Mazmur 37:5 “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak”
Pelaut Tangguh Tidak di Laut Teduh
Bagaimana dengan kita, kebersamaan bersama siapakah yang kita rindukan setiap saat. Dalam biduk dan bahtera hidup yang sedang kita lalui. Badai dan taufan kadang bisa datang dan menghempas, sebagai konsekwensi dari keberanian untuk bertolak ke seberang meninggalkan zona nyaman. Pepatah bijak mengatakan “pelaut tangguh tidak dibentuk oleh laut yang tenang”, Keberanian bertolak ke seberang merupakan panggilan Tuhan kepada kita untuk meluaskan visi dan misi hidup kita dalam melayaniNya. Saat ini bertolak ke seberang bisa kita artikan dalam hidup kita, suatu cita-cita hidup yang ingin kita raih? Kemauan untuk mengalami kemajuan dalam hidup dan pelayanan untuk menjadi lebih baik dan memaksimalkan talenta? Mari memandang krisis dengan kacamata positif bukan semata sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk berbalik kepada Allah. Jangan pernah segan dan enggan menyambut undangan jika undangan bertolak ke seberang itu adalah undangan dari Tuhan dan visi yang ditunjukkanNya. Krisis tak selalu merupakan ancaman, melainkan juga peluang, wake up call berbalik kepada Allah dan makin mengandalkan kuasa dan kehadiraNya. Percayalah pada janjiNya, tak pernah kita dibiarkan sendiri dalam hidup ini. Karena Dia akan memenuhi janjiNya sehingga kita teguh dan tangguh, ditengah badai sekalipun.
Jika hidupmu dihempas oleh angin
Pencobaan datang silih berganti
Yang kutahu Tuhan Yesus selalu menjamin
Kutak akan jalan sendiri
Reff:
Bersama Yesus kupercaya penuh
Bersama Yesus aku akan teguh
Bersama Yesus hidupku, berkemenangan slalu
Bersama Yesus ku akan tangguh.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...