Tempat Sampah Ayah
SATUHARAPAN.COM Ayahku selalu berkata, Biarlah rumah kita menjadi tempat sampah. Dulu aku tidak mengerti maksud ayah dan sebal mendengar perkataannya. Semakin dewasa aku mengerti dan setuju sekali dengan keinginannya.
Di rumah, kami boleh membuang sampah unek-unek, keluh kesah, kejengkelan, kegagalan, kegalauan atau sampah rencana, angan-angan atau mimpi kami. Kami juga bisa melempar sampah pengalaman di dalam atau di luar rumah tanpa takut berita itu akan tersebar ke mana-mana. Ayah selalu menekankan kami untuk tidak menceritakan apa yang kami dengar di rumah kepada orang lain. Semua harus berhenti pada dinding rumah sebelah dalam.
Ayah tidak pernah menggurui, menertawakan, memojokkan, apa lagi mempersalahkan. Ayah akan memuji manakala kami sukses dan akan memotivasi kami untuk tetap semangat dan tidak mudah putus asa saat gagal. Ayah akan menolong kami untuk melihat sisi lain dari setiap masalah yang dihadapi atau sisi baik dari orang yang tidak kami sukai. Tempat sampah ini bukan milik kami saudara sekandung saja, sepupu-sepupu juga sering datang untuk membuang sampah mereka.
Melalui tempat sampah ini aku belajar untuk mendengar, menghargai pengalaman, menyimpan rahasia, menghormati kegagalan dan keberhasilan orang lain. Keluarga memang wadah di mana kita bertumbuh dan belajar banyak hal. Kalau saja setiap rumah menjadi tempat sampah bagi seluruh anggota keluarga, tentu anak-anak tidak perlu mencari tempat sampah di tempat lain yang belum tentu baik bagi pertumbuhan mereka. Home sweet home bukanlah impian belaka.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...