Tentara Myanmar Akui Sandera Dua Pendeta
KACHIN, SATUHARAPAN.COM – Tentara Myanmar membuat pengakuan pekan lalu bahwa mereka menahan dua pendeta dari Kachin Baptist atau Gereja Baptis Kachin.
Menurut Christian Times, hari Senin (23/1), dua pendeta tersebut menghilang bulan lalu dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Pada bulan November 2016, dua fotografer, Langjaw Gam Seng (35), dan Dumdaw Nawng Lat (65), dari Rangoon, Myanmar mengambil foto dari reruntuhan sebuah Gereja Katolik yang dihancurkan oleh serangan udara dalam pertempuran antara tentara Myanmar dan Persaudaraan Aliansi Utara, koalisi baru dari kelompok etnis di Myanmar utara.
Dua pendeta yang tidak disebutkan namanya itu terakhir kali terlihat pada 24 Desember 2016 setelah mereka dipanggil oleh tentara Myanmar untuk hadir di pangkalan militer di negara bagian Shan, di sebelah utara.
Militer sempat membantah menahan dua pendeta tersebut, dan pejabat pemerintah tidak menanggapi pertanyaan dari kelompok hak asasi manusia atau keluarga para pendeta.
Namun, Kementerian Pertahanan mengumumkan pada hari Kamis pekan lalu bahwa kedua pendeta tersebut ditahan karena alasan keamanan.
Para pendeta diduga merekrut mata-mata untuk pemberontak etnis Kachin, menurut Indian Express yang mengutip media Myanmar, Global New Light of Myanmar.
Militer mengatakan landasan hukum menahan kedua pendeta dalam sebuah pernyataan bahwa kedua orang itu diselidiki dalam kaitannya pelanggaran dengan bagian 376 dari Konstitusi Myanmar, yang menyatakan bahwa tidak ada yang bisa ditahan selama lebih dari 24 jam tanpa tuduhan kecuali ada langkah-langkah hukum yang diambil demi keamanan atau prevalensi hukum yang menjamin ketertiban, kedamaian dan ketenangan.
Dalam keterangan militer tersebut, disebutkan bahwa pendeta tidak dapat ditahan saat masih menjalani penyelidikan, karena saat itu terjadi bentrokan militer di Mong Ko, sebelah utara Myanmar, dan tidak ada fungsi kepolisian di kota saat bentrokan terjadi.
Seorang pejabat dari Kachin Baptist Convention (KBC), Zau Ra, menolak tuduhan bahwa kedua pendeta tersebut membantu para pemberontak. “Mereka hanya membantu orang yang terluka. Mereka tidak mendukung [kelompok etnis bersenjata],” kata dia kepada sebuah harian Myanmar, The Irrawaddy.
KBC yang merupakan denominasi Kristen terbesar di Myanmar telah membuat permintaan ke Tentara Myanmar untuk menyerahkan dua pendeta ke polisi Mong Ko sesegera mungkin.
Organisasi tersebut telah memberikan bantuan untuk pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran antara tentara pemerintah dan milisi di negara bagian Kachin dan Shan. (christiantimes.com)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...