Terkait Keterlibatan Staf dengan Hamas, Kepala UNRWA Tidak Berniat Mundur
PBB, SATUHARAPAN.COM-Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan pada hari Senin (12/2) bahwa dia “tidak berniat untuk mengundurkan diri” menyusul tuduhan bahwa beberapa anggota staf berpartisipasi dalam serangan pimpinan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.
Badan PBB tersebut memberikan bantuan kepada warga Palestina di Gaza dan sejak tuduhan tersebut dilontarkan, sejumlah negara donor telah menghentikan pendanaan. UNRWA telah meluncurkan penyelidikan dan memecat staf yang dituduh terlibat dalam serangan itu.
Sementara itu, sayap bersenjata Hamas mengatakan pada hari Senin (12/2) bahwa tiga dari delapan sandera Israel yang terluka parah setelah serangan udara Israel telah meninggal karena luka-luka mereka.
“Kami akan menunda pengumuman nama dan foto korban tewas selama beberapa hari mendatang sampai nasib korban luka menjadi jelas,” kata Brigade al-Qassam dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Uni Emirat Aran (UEA) sedang mengupayakan solusi jangka panjang terhadap perang di Gaza dan mendorong pembentukan negara Israel dan Palestina, yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam wilayah yang lebih luas, kata duta besar negara Teluk tersebut untuk PBB Lana Nusseibeh pada hari Senin.
UEA sedang berupaya mencapai solusi jangka panjang terhadap perang Gaza seiring dengan upaya mereka untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka, yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam wilayah yang luas, kata duta besar Abu Dhabi untuk PBB pada hari Senin.
Duta Besar Lana Nusseibeh mengatakan koalisi internasional diperlukan untuk membantu menstabilkan situasi.
Israel melancarkan perang habis-habisan melawan kelompok militan Hamas Palestina di Gaza, yang dihuni sekitar 1,7 juta penduduk. Sejak serangan kelompok yang didukung Iran terhadap Israel pada 7 Oktober, terdapat lebih dari 28.000 korban warga Palestina, yang sebagian besar dilaporkan adalah warga sipil.
“Kami melakukan bagian kami, tapi semua orang juga harus melakukan bagiannya. Kita membutuhkan koalisi internasional yang membantu menstabilkan situasi, yang membantu menghasilkan solusi jangka panjang,” kata Nusseibeh saat menjadi pembicara utama pada KTT Pemerintah Dunia di Dubai.
UEA adalah salah satu dari sedikit negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel. Didukung oleh Amerika Serikat, UEA bersama Bahrain, menandatangani Perjanjian Abraham dan menjalin hubungan strategis pada tahun 2020.
Resolusi toleransi “lebih relevan saat ini dibandingkan masa sebelumnya,” kata Nusseibeh, seraya menambahkan bahwa “pendekatan zero sum terhadap ideologi dan hidup berdampingan akan selalu mengarah pada rusaknya perdamaian dan keamanan. Kami melihatnya di lapangan, dan ini berlaku untuk semua ekstremis di wilayah kami, dari spektrum politik apa pun mereka berasal.”
Diplomat Uni Emirat Arab tersebut mengatakan tidak ada hak untuk menolak hak warga Palestina untuk menjadi negara. “Dan itu adalah konsensus Arab yang tertuang dalam Inisiatif Perdamaian Arab,” tegasnya.
Nusseibeh juga mengatakan bahwa tidak mungkin mengadvokasi gencatan senjata kemanusiaan dan solusi dua negara tanpa “berbicara dengan orang-orang yang tidak setuju dengan kami.”
“Resolusi toleransi kami menyatakan bahwa antisemitisme, Islamofobia, fobia Kristen, dan ekstremisme adalah fondasi konflik dan perang. Dan kami meyakini hal tersebut dalam setiap aspek kebijakan luar negeri kami dan kami bertindak berdasarkan keyakinan tersebut,” tambah Nusseibeh. (Reuters/Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...