Tersangka Bom Boston Pernah Berlatih di Georgia
GEORGIA, SATUHARAPAN.COM – Kasus bom yang meledak di arena lomba marathon di Boston, pertengahan April lalu, mulai melibatkan masalah-masalah politik di berbagai Negara. Media-media di Rusia melontarkan dugaan bahwa Negara tetangga Georgia juga terlibat dalam pelatihan bagi pelaku pemboman tersebut.
Ada dugaan bahwa pelaku utama bom di Boston pernah terlibat pelatihan kelompok ekstrimis di Georgia. Demikian dilaporkan Rusia Today, Selasa (30/4). Penyelidikan atas hal ini sedang dilakukan.
"Ada kemungkinan bahwa teroris telah dilatih di Georgia, tetapi penyelidikan sedang berlangsung. Mari kita tunggu hasilnya. Kita akan mendapatkan banyak informasi baru, bahkan mungkin beberapa temuan mengejutkan. Ada kecurigaan bahwa pemerintah bekerja sama dengan teroris dan militan. Jika informasi ini dikonfirmasi, ini akan menjadi kejutan,” kata Perdana Menteri Georgia, Bidzina Ivanishvili, Minggu (28/4).
Komentar itu muncul sebagai tanggapan atas tuduhan di media Rusia bahwa Tamerlan Tsarnaev, tersangka utama dalam pemboman di arena lomba lari marathon di Boston, mungkin telah menghadiri seminar yang disponsori oleh pejabat keamanan Georgia dan yayasan yang berbasis di Amerika Serikat.
Diberitakan bahwa harian Rusia Izvestia dan stasiun televisi Rusia 1 baru-baru ini mengungkapkan bahwa mereka memperoleh laporan dari Kolonel Grigory Chanturia di Kementerian Dalam Negeri Georgia. Menurut dokumen itu, di musim panas 2012, Kavkazsky Fund dan Jamestown Foundation yang berbasis di Washington DC menyelenggarakan kegiatan bagi warga muda dari Kaukasus Utara. Tsarnaev, yang tinggal di Rusia dari Januari hingga Juni 2012, diduga menghadiri beberapa kegiatan tersebut.
Kavkazsky Fund merekrut warga Kaukasus Utara untuk bekerja melayani kepentingan AS dan Georgia, seperti dilaporkan media Rusia. Lembaga ini didirikan pada November 2008, tak lama setelah konflik Georgia-Ossetia tentang control atas wilayah Kaukasus Utara, seperti diungkapkan dalam laporan Chanturia itu.
Tujuan utama dari Lembaga itu diduga untuk merekrut orang-orang muda di Kaukasus Utara untuk meningkatkan ketidakstabilan dan ekstremisme di wilayah selatan Rusia. Dana sebesar US$ 2,5 juta diduga dialokasikan untuk membiayai kegiatan hingga Januari 2013.
Media Rusia juga melaporkan bahwa Kavkazsky Fund mempunyai hubungan dengan Yayasan Jamestown yang disebutkan misinya untuk menginformasikan dan mendidik pembuat kebijakan tentang peristiwa dan tren strategis penting bagi AS.
Mantan Penasihat Keamanan Nasional Presiden Jimmy Carter, Dr Zbigniew Brzezinski disebut pernah duduk di dewan direksi. Termasuk juga Bruce Riedel yang selama 30 tahun bekerja di CIA. Riedel adalah penasihat senior Asia Selatan dan Timur Tengah untuk empat Presiden di staf Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, serta negosiator di beberapa KTT perdamaian Arab-Israel, termasuk Camp David dan Wye River.
Pada tahun 2007, Yayasan Jamestown dilaporkan mengadakan seminar dihadiri oleh militan yang setia kepada Aslan Maskhadov, pemimpin gerakan separatis Chechnya dan presiden yang memproklamasikan 'Republik Ichkeria. "Selama Perang Chechnya Kedua pada tahun 1999, dia memimpin gerilya melawan tentara Rusia. Ia tewas dalam operasi khusus aparat keamanan pada tahun 2005.
Dalam sebuah wawancara dengan Voice of America, Jamestown membantah bahwa mereka telah melatih Tsarnaev. Kementerian Dalam Negeri Georgia mengatakan tidak memiliki pengetahuan tentang apakah Tsarnaev telah menghadiri seminar tersebut atau tidak. "Kami tidak memiliki informasi tersebut, kami belum mendengar hal semacam itu, kita tidak tahu," kata Nino Giorgobiani, Kepala Humas Departemen Dalam Negeri Georgia kepada RIA Novosti.
Presiden Georgia, Mikhail Saakashavili, mengatakan bahwa pemerintah Georgia sebelumnya pernah merekrut atau melatih kelompok Chechen dengan tujuan menyusupi mereka ke Federasi Rusia. Dia mempelajari komentar Ivanishvili mengenai isu tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Saakashvili mengatakan ia yakin "Amerika tidak akan mengambil kata-kata Ivanishvili dengan serius," katanya seperti dikutip harian Izvestiya.
Pada tahun 2011, pemerintah Rusia meminta FBI untuk mempertanyakan Tsarnaev, seorang etnis Chechnya yang memiliki status hukum penduduk tetap di Amerika Serikat, karena dia terkait dengan ekstremis Islam. FBI menegaskan bahwa agen telah mewawancarai dia dan anggota keluarga lainnya tahun itu mengikuti permintaan Rusia, tetapi "tidak menemukan aktivitas terorisme apapun, di dalam maupun luar negeri."
Hal itu terungkap setelah diketahui ada kesalahan ejaan nama Tsarnaev. FBI tidak mengetahui perjalanannya ke Rusia pada awal 2012. "Dia pergi ke Rusia, tapi rupanya, sesampainya di pesawat Aeroflot, mereka salah mengeja namanya," Senator dari Partai Republik, Lindsey Graham, mengatakan saat berbicara dengan Fox awal pekan ini. “Jadi tidak pernah masuk sistem data bahwa dia benar-benar pergi ke Rusia."
Pekan lalu, Dzhokhar Tsarnaev, adik pelaku yang terlibat dalam bom Boston yang mematikan, didakwa menggunakan senjata pemusnah massal, termasuk, kejahatan yang oleh hukum federal diancam hukuman mati. Bom di dekat garis finish marathon di Boston hari Senin itu menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak berusia delapan tahun.
Dzhokhar (19 tahun) dilaporkan memberikan kesaksian tertulis di rumah sakit Selasa lalu, bahwa kakaknya Tamerlan meninggal pada 19 April setelah baku tembak sengit dengan polisi. Tersangka mengatakan kepada interogator bahwa perang di Irak dan Afghanistan yang melibatkan AS mendorong dia dan saudaranya untuk melakukan aksi bom mematikan itu, seperti diungkapkan pejabat AS kepada media.
Dzhokhar adalah warga negara AS asal Chechnya melalui proses naturalisasi. Dia berperan dalam menanam bahan peledak di dekat garis finish. Sebelumnya dia menyatakan bahwa saudaranya, Tamerlan, adalah dalang aksi teror tersebut.
Beberapa teman Katherine Russell, janda dari Tamerlan menyebutkan bahwa Tamerlan membujuknya untuk pindah agama dari Kristen ke Islam, seperti diungkapkan kepada sebuah radio nasinal di sana. Tamerlan Tsarnaev juga disebutkan sering mengintimidasi dan melecehkan istrinya dengan menyebutnya sebagai "pelacur" dan melemparkan perabot rumah kepadanya.
Editor : Sabar Subekti
KPK: Gubernur Bengkulu Peras Pegawai Biayai Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Gubernur Be...