Thailand Berlakukan Hukum Darurat Tangani COVID-19
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM - Pemimpin Thailand mengatakan pada Selasa (24/3) bahwa ia akan memberlakukan hukum keadaan darurat untuk menangani infeksi virus corona yang meningkat.
Sebagai tanda pengetatan kebijakan pemerintah, seorang pria ditangkap atas tuduhan menciptakan kepanikan di media sosial.
Thailand dan negara tetangga Kamboja adalah dua di antara negara-negara Asia Tenggara yang dituduh oleh Human Rights Watch yang berbasis di New York menggunakan pandemi untuk menindak pengritik.
Kedua negara itu membantah tuduhan itu dan mengatakan tindakan mereka diperlukan untuk menjaga ketertiban dan memerangi disinformasi.
Thailand memiliki jumlah kasus virus tertinggi kedua di kawasan ini setelah Malaysia, dengan total 827 kasus setelah 106 infeksi baru dilaporkan pada Selasa. Empat orang dilaporkan tewas.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang pertama kali merebut kekuasaan dalam kudeta 2014, mengatakan ia akan memberlakukan hukum darurat untuk membantu menekan virus yang telah melanda dunia sejak Januari, membunuh sekitar 16.500 orang dan menginfeksi lebih dari 375.000 orang.
Hukum keadaan darurat itu akan mulai berlaku pada Kamis dan Prayuth mengatakan rincian wewenang khusus yang akan digunakan akan ditetapkan kemudian. Di antara wewenang dalam dekrit itu adalah "menyensor atau menutup media jika dianggap perlu."
Prayuth memerintah dengan dekrit hingga pemilihan awal tahun lalu yang menurut lawan dirancang untuk mempertahankan kekuasaannya, sebuah tuduhan yang ia bantah.
Para pemimpin regional lainnya juga telah mengambil kekuasaan tambahan dan memerintahkan langkah-langkah keamanan darurat.
Kongres Filipina memberi Presiden Rodrigo Duterte wewenang ekstra semalam karena infeksi juga melonjak di sana dan di seluruh wilayah - meningkat lebih dari 20 kali lipat di Asia Tenggara menjadi lebih dari 4.500 kasus.
Unggahan yang memicu kepanikan
Dengan meningkatnya kekhawatiran di Thailand terhadap penyebaran virus, pemerintah mengatakan seorang pria telah ditangkap setelah mengunggah pernyataan palsu tentang kurangnya pemeriksaan virus corona di bandara internasional utama Bangkok.
"Unggahan itu menciptakan kepanikan bagi publik dan mengikis kepercayaan mereka terhadap Bandara Suvarnabhumi," kata kementerian urusan digital.
Artis Danai Ussama, 42, mengunggah bahwa dia tidak menjalani pemeriksaan kesehatan dan tidak diberi instruksi oleh pejabat ketika dia tiba dalam penerbangan dari Barcelona. Dia didakwa dengan UU Kejahatan Komputer dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand mengatakan Ussama diberikan jaminan pada Selasa dan akan muncul di pengadilan pada 12 Mei.
Human Rights Watch yang berbasis di AS menuduh negara-negara Asia Tenggara menggunakan virus tersebut sebagai alasan untuk menindak perbedaan pendapat, dengan mengatakan bahwa 17 orang telah ditangkap di Kamboja karena pernyataan di media sosial.
"Apa yang dilupakan para menteri pemerintah ini adalah di era COVID-19, mereka membutuhkan kerja sama rakyat untuk berbagi informasi dan bertindak secara bertanggung jawab, dan menyeret orang ke penjara akan mencapai kebalikannya," kata wakil direktur kelompok itu, Phil Robertson. (Reuters)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...