Tiga Jurnalis Terima Penghargaan Lokakarya Kesetaraan Gender
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – AJI Indonesia dan IBCWE menggelar diskusi dan kelulusan program lokakarya “Kesetaraan Gender di Dunia Kerja” di Ibis Jakarta, hari Rabu (9/1). Nani Afrida, dari Anadolu Agency/AJI menyampaikan persoalan kesetaraan gender bagi jurnalis perempuan di dunia kerja. Dia juga membagikan pengalamannya sebagai jurnalis kurang lebih 19 tahun.
Menurutnya, data kekerasaan terhadap jurnalis perempuan di dunia lebih banyak dari data yang ada di Indonesia. Di Indonesia, kata dia, kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak begitu jelas. “Tidak ada jumlah pasti berapa banyak data kekerasan terhadap jurnalis perempuan,” katanya.
Nani mengatakan, jurnalis perempuan semestinya berserikat untuk mencegah pelecehan, kekerasan, dan menghindari diskriminasi di dunia kerjanya. Ia juga mengusulkan agar dari ruang redaksi pun, news room semestinya telah memperlakukan perempuan dengan setara.
“Misalnya saat jurnalis perempuan diminta untuk mewawancari narasumber laki-laki. Itu perlu dilindungi agar tidak terjadi pelecehan dari narasumber yang memberikan keterangan off the record,” dia mencontohkan.
Direktur Eksekutif IBCWE, Maya Juwita, mengatakan diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja hingga tahun ini masih terus terjadi. Dia mendapat laporan bahwa peraturan daerah (perda) yang diterbitkan pemerintah daerah setempat membuat perempuan masih alami diskriminasi.
“Misalnya, di Tanggerang, masih ada Perda yang melarang perempuan keluar malam. Itu daerah di luar perda yang dikeluarkan di Aceh,” katanya.
Menurut Maya, perempuan bekerja bukan untuk menyaingi laki-laki dalam gaji atau penghasilan bulanan. Dia menilai, justru dengan perempuan bekerja dengan penghasilan Rp4 juta, misalnya, dan suaminya berpenghasilan Rp4 juta maka keluarga tersebut memiliki penghasilan yang cukup baik.
“Jumlah penghasilan Rp8 juta dari pasangan itu memasukkan mereka dalam keluarga kelas menengah, meskipun dalam menengah yang terendah dalam kelas 'penghasilan' yang lebih besar lain,” katanya.
Curahan Hati dari Peserta
Sore itu peserta program diberikan kesempatan untuk menceritakan pengalamannya meliput isu kesetaraan gender di daerah masing-masing. Peserta program dari Ambon, Insani, menceritakan kisahnya sebagai jurnalis televisi saat meliput isu gender.
“Kesulitannya itu ketika mengambil ekspresi perempuan narasumber di sana. Karena banyak perempuan yang malu tampil di hadapan kamera,” katanya.
Jurnalis online, Ramah dari Papua, juga mengisahkan sulitnya mewawancari narasumber perempuan di Papua. Pengalamannya pernah dilempar sayur oleh mama-mama Papua di pasar rakyat. Ia pun kemudian melakukan pendekatan personal sebelum menggali lebih dalam dari narasumber di tengah kesibukan mereka berjualan.
“’Sana kamu, untuk apa foto-foto kita’,” kata Ramah mengulang perkataan dari mama-mama Papua yang pernah melempari sayur kepadanya. Ia juga menambahkan bahwa perempuan di Papua telah mendapatkan pelatihan dan keterampilan dari pemerintah daerah setempat.
Jurnalis lainnya, Ira dari Banyuwangi menceritakan kisahnya dalam memenuhi proposal program lokakarya yang telah diajukan dari awal. Ia kemudian berkonsultasi dengan mentornya untuk mengganti daerah liputannya dari wilayah Banyuwangi Jawa Timur menjadi liputan di wilayah Papua.
Tingkatkan Kesadaran Etik Isu Gender
Sementara itu dalam kata sambutannya, Ketua AJI Indonesia Abdul Manan, mengatakan program kali ini bukan hanya untuk meningkatkan keterampilan jurnalistik, dan pemahaman jurnalis, tapi juga untuk meningkatkan kesadaran etik jurnalis terhadap isu gender.
“Salah satu hal yang penting, kesadaran etik dalam kalangan wartawan. Apalagi akhir-akhir ini ada kasus portitusi online,” katanya.
AJI menilai Dewan Pers agak keliru dalam tafsir kode etik pasal 5. Ia menilai pelaku pidananya mucikari, seperti yang disampaikan polisi bahwa VA merupakan korban.
“Banyak juga media yang tidak konsisten. Foto korban diburamkan, tapi nama identitas ditulis lengkap. Ada yang menuliskan inisial nama korban, tapi gambar korban ditampilkan jelas,” katanya.
Sore itu seluruh peserta diberikan sertifikat dan buku hasil program lokakarya, lalu panitia mengumuman Best Graduate 2018, pemutaran video best graduate pemberian hadiah kepada peserta terbaik.
Kategori cetak: Muhammad Kasim, Suara NTB.
Kategori online: Nurika Manan, KBR.ID
Kategori televisi: Agnes Sinambela, DAAI TV
Seimbang dan Berkeadilan Gender
Program ini merupakan bagian dari waktu yang terus bergerak menuju abad Milenial. Kesempatan perempuan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya semakin terbuka. Sayangnya mempertemukan kesempatan dan keinginan perempuan dalam dunia kerja dengan kesempatan dan keinginan sebagai kebijakan perusahaan masih belum maksimal.
“Begitu juga dengan perwujudan keadilan ekonomi bagi perempuan yang masih menjadi pekerjaan rumah agar perempuan mendapat kesempatan yang adil dan setara,” demikian keterangan tertulis yang disampaikan AJI.
Problem kesetaraan gender dan keadilan ekonomi juga bukan melulu menjadi problem perusahaan. Jumlah perempuan yang memilih sektor usaha sebagai upaya pemberdayaan diri juga kerap luput dari perhatian. Bagaimana proteksi, kesempatan, dan kemampuan mengeksplorasi dirinya untuk mengembangkan usaha yang dirintis sebagai sumber penghasilan dan pemberdayaan diri banyak menemukan hambatan sehingga kesempatan berkembang tak bisa maksimal.
International Labour Organization (ILO) untuk Indonesia pernah merilis data Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2015 yang menunjukkan tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja adalah sangat rendah yakni berkisar antara 50 hingga 55 persen selama lima tahun terakhir. Selain itu, lebih dari 35 juta perempuan usia kerja menyatakan, mereka tidak berpartisipasi dalam angkatan kerja karena tanggung jawab keluarga.
Berdasarkan data yang disampaikan ILO, rendahnya partisipasi perempuan dalam angkatan kerja bisa menjadi indikasi semakin kecilnya peran perempuan dalam ruang publik. Padahal memiliki akses untuk mengambil peran dalam area publik adalah hak dasar setiap orang, termasuk perempuan. Kesetaraan gender artinya memberikan kesempatan yang sama sebagai manusia untuk mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum, budaya, pendidikan, juga pertahanan dan keamanan, termasuk kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan negara.
Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki peran strategis untuk mengkampanyekan isu kesetaraan gender dan keadilan ekonomi bagi perempuan. Dan jurnalis, sebagai penggerak media memiliki peran yang signifikan untuk melakukan pemberitaan yang seimbang dan berkeadilan gender.
Untuk mendukung hal tersebut maka telah diadakan program lokakarya “Kesetaraan Gender di Dunia Kerja” yang dibuka untuk 20 jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia. Pelatihan tersebut telah dilaksanakan bulan Juli 2018 yang lalu, kemudian dilanjutkan dengan proses fellowship liputan dan mentoring.
“Di penghujung program ini kami bermaksud menyelenggarakan graduation bagi para peserta yang telah menyelesaikan rangkaian aktivitas dalam program ini, termasuk peluncuran kumpulan liputan mereka mengenai isu gender dalam dunia kerja yang menjadi bagian dari fellowship liputan hasil dari program ini,” kata AJI dan IBCWE dalam keterangan tertulisnya.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...