Tiga Pria Muslim Gugat Agen FBI Terkait Larangan Terbang
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS), Kamis (10/12), dengan suara bulat memutuskan tiga pria Muslim yang dilarang terbang oleh pemerintah AS karena diduga menolak menjadi informan FBI dapat menuntut ganti rugi uang dari agen-agen FBI.
Hakim konservatif Clarence Thomas, seorang pendukung setia kebebasan beragama, ketika menulis opini mayoritas hakim MA, mengatakan ketiga laki-laki itu bisa menuntut para agen dalam kapasitas pribadinya berdasarkan undang-undang kebebasan beragama 1993.
Undang-undang, yang dikenal sebagai Undang-Undang Pemulihan Kebebasan Beragama itu memungkinkan penggugat "mendapat ganti rugi uang dari pejabat federal dalam kapasitas masing-masing," tulis Thomas dalam opini setebal 11 halaman itu.
Putusan itu merupakan keputusan terbaru dari serangkaian keputusan yang mendukung kebebasan beragama oleh Mahkamah Agung yang dikuasai konservatif.
Anggota terbaru MA, Hakim konservatif Amy Coney Barrett, tidak berpartisipasi dalam pembahasan kasus tersebut, karena diperdebatkan sebelum ia dilantik bulan lalu.
Pembela hak-hak sipil Muslim Amerika memuji keputusan itu.
“Keputusan dengan suara bulat #SCOTUS hari ini adalah kemenangan bagi Muslim Amerika dan semua orang beriman,” cuit Dewan Hubungan Amerika-Islam. “Kita bisa, harus, dan harus terus meminta tanggung jawab penuh agen pemerintah yang terlibat dalam diskriminasi agama.”
FBI belum menanggapi permintaan komentar.
Tiga laki-laki Muslim tersebut -- Muhammad Tanvir, Jameel Algibhah, dan Naveed Shinwari -- menggugat pejabat tinggi pemerintah dan 25 agen FBI serta Departemen Keamanan Dalam Negeri pada 2014.
Mereka mengklaim dimasukkan atau ditetapkan dalam daftar larangan terbang setelah menolak permintaan FBI berkali-kali untuk memata-matai komunitas agama mereka. Ketiganya mengatakan hal itu melanggar keyakinan agama mereka. (VOA)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...