Tiga Puluh Tahun Teater Sastra UI: Butuh Konsistensi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menginjak usia yang ke-30 tahun, Teater Sastra Universitas Indonesia merasa tidak mudah mempertahankan keberadaannya di tengah panggung hiburan modern seperti tayangan televisi dan bioskop.
Yudhi Soenarto, dosen Sastra Inggris UI sekaligus perintis teater ini menyatakan perlunya konsistensi dalam mengembangkan seni teater hingga akhirnya bertahan sampai sekarang.
“Tidak sulit untuk membuat mahasiswa tertarik kepada teater,” kata Yudhi kepada satuharapan.com di kantor Fakultas Sastra Inggris, Gedung IX, Universitas Indonesia, Senin (12/5).
“Saya bisa bilang bahwa UI ini merupakan universitas paling berteater karena minat terhadap teater sudah cukup banyak. Kalau bisa didata, setiap program studi memiliki teater sendiri-sendiri. Bahkan beberapa anggota dari Teater Sastra UI ini mengajar teater di fakultas-fakultas lain,” urainya.
Dia juga menceritakan pengalamannya saat mengajar selama dua tahun di State University of New York. Di kampus tersebut setiap fakultas memiliki mata kuliah wajib yaitu teater. Awalnya dia mengaku bingung mengapa teater harus dijadikan sebagai mata kuliah wajib. Lalu dia menyadari bahwa teater bukanlah hanya masalah panggung namun bagaimana seorang manusia menjalani peran secara nyata di masyarakat ketika dia lulus kuliah nanti. Ada yang berperan sebagai dokter, guru, bahkan politisi.
“Nah, mata kuliah teater tersebut yang menjadi dasar bagi para mahasiswa itu ketika dia lulus kuliah dan berkecimpung di masyarakat. Ketika dia menyadari perannya sebagai apa dan menjalaninya dengan baik maka sistem di masyarakat juga akan menjadi lebih baik,” tambahnya.
Teater Masih Dipandang Sebelah Mata
Menurut Yudhi, dunia teater masih belum diperhatikan secara maksimal oleh pemerintah. Bisa dilihat bahwa fasilitas untuk menampung seniman teater masih minim dan ala kadarnya. Jika dibandingkan dengan negara lain, dunia teater di Indonesia masih jauh tertinggal. Di Amerika, teater mampu menjadi sektor ekonomi bahkan menambah devisa negara dengan pertunjukan teaternya.
Pada pergantian pemerintahan tahun 2014 ini, Yudhi berharap bahwa masalah-masalah di bidang budaya pada khususnya tidak bisa dipandang sebagai masalah yang kecil. Masalah negara tidak hanya dilihat pada sektor sosial dan ekonomi saja melainkan juga pada kebudayaan.
“Semoga dengan pergantian pemerintah tahun ini, kebijakan-kebijakan yang baru akan lebih baik diciptakan untuk memperbaiki sistem yang ada khususnya pada kebudayaan,” kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...