Tiga Suara Harapan dari Zimbabwe
SATUHARAPAN.COM – Pada bulan November tahun lalu, pemerintahan 37 tahun Presiden Robert Mugabe di Zimbabwe berakhir. Dua bulan kemudian, suasana hati masyarakat digambarkan sangat optimistis dan ada harapan untuk masa depan yang lebih baik. Pemilihan umum dijadwalkan berlangsung pada bulan Juli, yang akan menentukan arah politik negara yang dulu makmur ini.
Pekan lalu, Dewan Gereja Zimbabwe (Zimbabwe Council of Churches/ZCC) mengumpulkan pemimpin gereja, komunikator, dan lainnya di Harare, untuk lokakarya komunikasi tiga hari. WCC Weekly mengambil kesempatan untuk meminta tiga peserta mengutarakan suasana hati masyarakat, peran gereja, dan harapan mereka untuk masa depan.
Pendeta Lydia Neshangwe, dari Gereja Presbyterian St Andrews, Bulawayo, mengemukakan, "Harapan dan kecemasan muncul bersamaan. Berharap, karena 37 tahun kekuasaan telah berakhir, dan pada sisi lain ada kecemasan tentang apakah perubahan itu akan dirasakan di lapangan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat? Harapannya emosional dan psikologis, sementara kecemasan berkaitan tentang hal-hal praktis.”
Dia berpandangan orang Kristen perlu masuk ke semua departemen dan aspek pemerintahan, “Sehingga mereka terus menjadi garam dan cahaya di area tersebut. Gereja harus menjadi pengawas jalannya pemerintahan dan bertanggung jawab atas hak asasi manusia masyarakat.”
“Apakah saya berharap? Ya, karena metode perubahan itu bukanlah metode pengambilalihan biasa, seperti perang atau kudeta. Saya percaya bahwa Tuhan campur tangan dalam perubahan kepemimpinan yang damai. Jadi, saya percaya bahwa Tuhan, yang memulai perubahan ini, dapat memberi kita kebijaksanaan untuk membawa perubahan berarti dalam kehidupan warga Zimbabwe.”
Memasuki Era Baru dengan Skenario Baru
Pendeta Taurai Emmanuel Maforo, Dzivarasekwa United Methodist Church di Harare, mengemukakan, “Kami sudah memasuki era baru dengan skenario baru. Orang menjadi lebih toleran dan sekarang berbaris bersama untuk kepentingan nasional, tanpa pertimbangan asal partai politik. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, setidaknya sejak kemerdekaan.”
Gereja, menurut Pdt Maforo, memiliki peran yang sangat penting. “Gereja harus tetap bernubuat dan harus terus berbicara, terlepas dari skenario politik. Gereja harus menjadi kekuatan moderat ketika keadaan menjadi tegang. Harus mengucapkan pesan harapan, kedamaian dan toleransi, dan harus terlihat hadir.”
“Apakah saya berharap? Saya sangat berharap dan menanti masa depan yang lebih cerah dan sejahtera bagi Zimbabwe.”
Sementara itu, Musah Zondo, sekretaris administrasi Gereja Lutheran Injili di Zimbabwe, Diocese Timur, Harare, mengatakan, “Bicara soal suasana hati orang, saya rasa ada perasaan campur aduk. Beberapa merasa segala sesuatunya berubah menjadi lebih baik, sementara yang lain mengatakan hal-hal yang sama atau lebih buruk. Misalnya, harga komoditas dasar sudah naik dalam beberapa bulan terakhir. Selanjutnya, presiden baru tersebut (mantan Wapres Emerson Mnangagwa, Red) termasuk berpendirian politik yang sama dengan pendahulunya. Dia bisa saja melakukan perubahan sebelumnya.”
“Mengenai peran gereja, saya merasa berada di atas angin dan secara aktif terlibat dalam memperjuangkan perubahan. Itu dilakukan secara besar-besaran melalui ZCC.”
“Apakah saya berharap? Ya, saya memang berharap untuk perubahan!” (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...