Tim Ahli WHO Kunjungi Wuhan, Kota Awal Pandemi COVID-19
Mereka juga mengunjungi Institut Virologi Wuhan, dan pasar makanan laut.
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengunjungi rumah sakit Wuhan pada hari Jumat (29/1) ketika pekerjaan lapangan dimulai dalam penyelidikan asal-usul virus corona. Mereka diawasi dengan ketat, dan rencananya akan menempatkan pasar makanan di Wuhan sebagai "titik nol" pandemi.
Penyelidikan WHO terhambat oleh penundaan, dan ada kekhawatiran atas akses dan kekuatan bukti yang bisa didapat setelah setahun virus muncul di kota China tengah itu.
Tim tersebut bertemu dengan pejabat China pada hari Jumat dan kemudian meninggalkan hotel mereka di Wuhan dengan armada mobil, diikuti oleh paket media yang mencerminkan pengawasan global yang intens pada kunjungan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana virus itu ditransfer dari hewan ke manusia.
Rumah sakit Xinhua, tempat beberapa pasien COVID-19 paling awal dirawat, termasuk di antara kunjungan lapangan. Mereka juga mengunjungi “Institut Virologi Wuhan, pasar Huanan, laboratorium CDC Wuhan", kata WHO dalam tweet hari Kamis, tentang tiga situs yang terkait erat dengan pandemi.
Pasar Huanan, yang tetap aktif, diyakini sebagai kelompok infeksi utama pertama, sementara mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mendorong teori yang tidak berdasar bahwa virus itu melarikan diri dari fasilitas pengujian di Institut Virologi Wuhan.
Jadwal pasti misi tersebut masih belum jelas, tweet dari WHO dan para pakar sejauh ini menjadi sumber informasi utama.
Misi yang sangat terpolitisasi itu telah dilanda perubahan jadwal dan penundaan, dengan China menolak akses hingga pertengahan Januari. China pada hari Kamis memperingatkan Amerika Serikat terhadap "campur tangan politik" selama perjalanan tim itu, setelah Gedung Putih menuntut penyelidikan yang "kuat dan jelas".
WHO menegaskan bahwa penyelidikan akan terikat erat pada ilmu pengetahuan di balik bagaimana virus itu menyebar ke manusia. Sementara Beijing sangat ingin melepaskan diri dari permainan menyalahkan, dan sebaliknya mengalihkan perhatian pada penanganan dan pemulihannya dari wabah.
Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan 4.636 orang telah meninggal di negara itu akibat virus tersebut. PDB negara tumbuh 2,3 persen pada tahun 2020, satu-satunya negara ekonomi besar yang mengalami pertumbuhan.
Sebagai perbandingan, lebih dari 400.000 orang Amerika Serikat telah meninggal sejauh penyakit itu merenggut populasi dan ekonominya, sementara Inggris mencatat kematian ke-100.000 pekan ini. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...