Time Bahas Larangan Film Noah oleh LSF
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Media internasional bermarkas di New York, Time.com mengangkat pelarangan Noah oleh lembaga sensor film Indonesia (LSF).
Dalam liputannya, pada Selasa (25/3), Time menulis LSF melarang Noah karena film itu bertentangan dengan Islam. Nabi Nuh dihormati dalam Alquran. Film epik tersebut dibuat berdasarkan Alkitab.
“Kami tidak ingin film yang dapat memicu reaksi dan kontroversi,” kata anggota LSF, Zainut Tauhid Sa'adi pada Senin (24/3). “Anggota Lembaga Sensor Film telah sepakat untuk menolaknya.”
Noah, adaptasi dari kisah Perjanjian Lama Bahtera Nuh, dibintangi Russell Crowe. Dijadwalkan film ini akan dirilis di Indonesia pada 28 Maret—tanggal yang sama dengan di AS
Franchise bioskop terbesar di Indonesia, Grup 21, menegaskan tidak akan memutar film tersebut. “Kami akan mengikuti keputusan LSF, dan Noah tidak akan diputar,” kata Catherine Keng, sekretaris perusahaan.
Menurut Time, kabar pelarangan tersebut disambut sebagian besar dengan kecaman dan cemoohan di media sosial di Indonesia. “Kebodohan memang tak berbatas, contohnya ada di LSF!” Mumu Aloha, redaktur yang mengelola situs hiburan Detik.com, detikHot, menulis di akun Twitter-nya.
Pengguna Twitter lain menunjukkan inkonsistensi mencolok dalam pelarangan film yang disutradarai Darren Aronofsky itu saat dibandingkan dengan kenyataan bahwa film-film soft-porn bebas diputar.
Kata pembuat film Joko Anwar di akun Twitter-nya: “Film Noah dilarang tayang di bioskop Indonesia. Akal sehat di Indonesia mundur jauh. So sad...”
Cendekiawan Islam Mohamad Guntur Romli juga mengecam larangan itu. “Sebuah film yang didasarkan pada kisah Alkitab tidak dapat dituduh melanggar, misalnya, doktrin Islam,” tulis Guntur di akun Twitternya.
Nuh, yang kisahnya ditulis di Kejadian, dipuja oleh tiga agama Abrahamaik: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Indonesia, rumah bagi penganut muslim terbesar di dunia, memiliki minoritas Kristen yang cukup besar, yang terdiri atas sekitar 10 persen dari populasi total.
Anggota LSF Zainut membela larangan tersebut dengan mengklaim, “Pada dasarnya, film ini mengandung unsur SARA.” Time menjelaskan kepada pembaca bahwa SARA merupakan singkatan Indonesia yang mengacu pada empat isu-isu sensitif di negara itu: suku, agama, ras dan sentimen sektarian.
Tapi Guntur membalas: “Malah LSF memancing ketegangan SARA, kalau alasannya larang film Noah karena terpengaruh Injil.”
Larangan di Indonesia mengikuti langkah serupa di Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain pada awal Maret. Seorang wakil dari Paramount Pictures, yang memproduksi film $125 juta (Rp 1,4 triliun), mengungkapkan, “Pernyataan resmi dari negara-negara karena Noah bertentangan dengan ajaran Islam.'“
Juga bulan ini, ulama di Universitas al-Azhar, pusat utama dari studi Islam di Kairo, mengeluarkan perintah agama terhadap Noah, keberatan terhadap “setiap tindakan yang menggambarkan utusan Allah dan para sahabat Nabi [Muhammad].” Pemerintah Mesir belum memutuskan apakah akan memungkinkan film akan diputar. Zainut membantah Indonesia dipengaruhi oleh larangan di Timur Tengah.
Kritik dari Umat Kristen
Time dalam artikelnya juga menulis bahwa Noah juga menuai kritik dari kelompok-kelompok Kristen konservatif di AS, yang mengklaim film tidak tepat mengikuti cerita dalam Alkitab. Padahal beberapa pemimpin agama mendukung dan menyambut film tersebut.
Crowe, yang memerankan sebagai patriark yang membangun bahtera tersebut, mengangkat bahu atas kontroversi filmnya di dunia Muslim. “Sejujurnya, karena hukum agama Islam yang menyebutkan tak boleh membuat cerita tentang nabi,” ujar Russell. “Maka saya maklum kalau negara-negara muslim mencekal film ini.”
LSF tidak mengatakan jika larangan tersebut adalah karena akibat penggambaran Nuh. Tapi Guntur menunjukkan walaupun gambar Nabi Muhammad adalah hal tabu di Indonesia, tidak jarang gambar-gambar nabi lain dalam Islam, termasuk Nuh, serta sahabat Muhammad, digambarkan dalam buku-buku komik anak-anak.
Karya Mel Gibson, The Passion of the Christ, yang menggambarkan jam-jam terakhir Yesus—nabi bagi umat muslim juga—diputar di Indonesia, namun dilarang di Arab Saudi, Kuwait, dan Bahrain. Di Malaysia, film buatan 2004 ini diizinkan diputar untuk kalangan Kristen saja.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...