Tiongkok Ajarkan Dunia Batasi Koneksi Internet
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Tiongkok mengajarkan metode-metodenya untuk mengawasi koneksi internet secara ketat ke seluruh pemerintah di seluruh dunia yang memanfaatkan keahlian negara itu untuk membungkam informasi yang beda dan bebas, dan memperkuat cengkraman kekuasaannya, menurut Freedom House yang berpusat di Amerika Serikat.
Dalam sebuah laporan tahunan yang diterbitkan hari Rabu (31/10), pengawas hak-hak azasi ini menyatakan kemerdekaan internet secara global mengalami penurunan selama delapan tahun berturut-turut di tahun 2018, di mana tata kelola pemerintahan yang demokratis terancam oleh apa yang disebut dengan “otoritarianisme digital.”
Freedom House menyatakan Beijing telah menyelenggarakan acara-acara tentang pengelolaan muatan online dimana 36 dari 65 negara telah terlacak dalam laporan tersebut dan menyediakan perlengkapan untuk memantau internet kepada pemerintah-pemerintah tersebut di banyak dari negara tersebut.
Kelompok itu juga menyatakan banyak pemerintah yang telah memberlakukan dan mengajukan RUU yang membatasi informasi yang disebarkan lewat internet dan akses atas nama penanggulanggan penyebaran “berita-berita palsu.”
Laporan itu juga mengungkapkan keterkejutannya atas upaya-upaya AS untuk membatalkan aturan tentang “netralitas internet” yang memastikan penyedia layanan internet memperlakukan seluruh data secara setara, dan tidak memanipulasinya untuk kecepatan yang “lebih tinggi” atau “lebih rendah.”
Google Diblokir
Tahun lalu Google milik Alphabet Inc. membuka pusat penelitian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Tiongkok untuk menyasar tenaga-tenaga berbakat dari negara tersebut, walaupun Google masih diblokir di negara tersebut.
Google mengatakan dalam pernyataannya, Rabu (13/12/2017), pusat AI tersebut adalah yang pertama di Asia dan akan dioperasikan oleh tim keci dari kantor Google di Beijing.
Pembuat kebijakan Tiongkok telah menyatakan dukungannya pada penelitian dan pengembangan AI di negara itu. Namun di sisi lain juga menerapkan aturan yang makin ketat untuk perusahaan-perusahaan asing selama setahun ini, termasuk menerapkan aturan sensor yang baru.
Mesin pencari Google, toko aplikasi, email dan layanan penyimpanan Google telah diblokir di Tiongkok. Badan regulator siber Tiongkok mengatakan pembatasan-pembatasan terhadap media asing dan platform internet dirancang untuk menahan pengaruh-pengaruh yang berlawanan dengan stabilitas dan ide-ide sosialis.
Meski pembatasan yang ketat kemungkinan menghalangi masuknya Google kembali ke pasar Tiongkok, perusahaan tersebut telah meningkatkan perhatiannya pada memaparkan produk-produk AI buatannya di Tiongkok.
Tahun ini Google mengadakan turnamen Go bekerja sama dengan otoritas setempat di timur Tiongkok, menghadapkan AI buatannya denga juara Go dunia asal Tiongkok, Ke Jie. Acara ini dipublikasikan luas oleh media luar negeri, tapi tidak diberitakan oleh media lokal.
CEO Google Sundar Pichai tampil di sebuah konferensi yang diadakan oleh badan regulator siber Tiongkok, Cyberspace Administration of China. Pada konferensi tersebut, Pichai tidak membicarakan masalah akses pasar, namun membahas potensi teknologi AI.
Google mengatakan pusat penelitian AI di Tiongkok akan tergabung bersama beberapa pusat operasi lainnya di New York, Toronto, London dan Zurich. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...