Tiongkok Akui Ada Kegagalan Infrastruktur di Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pembangunan Nasional dan Reformasi Tiongkok, Xu Shaoshi, mengakui ada beberapa permasalahan terkait dengan kualitas infrastruktur sehingga perlu ada perbaikan di masa depan apabila hendak melakukan kerja sama dengan Indonesia.
“Memang ada satu atau dua masalah, itu karena berbagai alasan. Tapi tentu harus ada pertanggungjawabannya. Jadi sudah disepakati kedua negara, kami akan mementingkan kualitas kerjasama di masa depan supaya mencegah hal-hal itu terjadi lagi,” kata Shaoshi kepada para pewarta beberapa saat setelah dia dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas–Andrinof Chaniago–mengadakan pembicaraan bilateral di Gedung Utama Kementerian PPN/ Bappenas, Jalan Taman Suropati, Jakarta, Selasa (11/8).
“Kami sampaikan bagaimana kami menyikapi dan memandang kerja sama di sektor infrastruktur, dan berbagai hal yang harus diperhatikan, misalnya soal perumahan rakyat, alih fungsi lahan pertanian, semuanya akan terencana dan komprehensif,” dia menambahkan.
Dalam pertemuan tersebut Andrinof Chaniago didampingi Staf Ahli Kementerian PPN Bidang Hubungan Kelembagaan, Dida Heriyadi Salva. Sementara itu Xu Shaoshi didampingi Duta Besar Tiongkok, Xie Feng, untuk Indonesia dan rombongan pejabat dari kementerian yang dia pimpin.
“Kami berjanji akan memperhatikan dan mengontrol kualitas setiap projek kerja sama, baik dari sisi teknis dan lainnya," kata dia.
Sementara itu Andrinof menyatakan dalam pertemuan dengan Xu Shaoshi banyak hal yang dibahas tidak hanya kerusakan di infrastruktur. “Tadi kami bicara tentang rencana pembangunan keseluruhan, oleh karena itu buat saya menyampaikan rencana pembangunan dan beliau (Xu Shaoshi) menangkap dengan baik dan tepat cara berpikir dan merencanakan pembangunan, yakni dengan adanya kontrol ketat terhadap kualitas infrastruktur,” kata Andrinof.
Selain itu, kata Andrinof, Tiongkok menawarakan investasi sebesar 100 miliar dolar AS dalam berbagai sektor, dan berlokasi tidak hanya di Pulau Jawa.
“Ini tidak ada hubungannya dengan infrastruktur yang dibangun Jepang lebih baik atau tidak,” kata Andrinof.
“100 Miliar dolar AS itu untuk di sektor banyak yang mereka kerjakan seperti pembangunan jalan, bandara, perbaikan pelabuhan, pembagkit listrik, baja,” kata dia.
Andrinof memperkirakan para pengusaha Tiongkok yang akan datang berinvestasi di Indonesia kemungkinan besar tidak mendapat informasi yang cukup tentang investasi yang cocok untuk diterapkan di luar Jawa–misalnya Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera–sehingga butuh ada pembicaraan lebih lanjut.
“Kita khawatir kalau mereka fokus ke kereta api terus yang lain terlupakan, kalau dari mereka (pengusaha Tiongkok )ada yang berminat membangun pabrik baja di Kalimantan dan juga pembangkit listrik 1000 MW, maka mereka (pemerintah Tiongkok) harus memberi informasi yang jelas ke calon investor,” kata dia.
Andrinof akan mengkaji secepatnya hasil studi kelayakan tawaran projek kereta cepat Jakarta-Bandung dari Tiongkok, yang telah diserahkan Shaoshi kepada Presiden Joko Widodo.
“Kami akan mengkaji dalam beberapa hari. Tetapi, untuk sementara sudah kami sampaikan tadi, bagaimana kami melihat setiap projek infrastruktur hal-hal apa yang akan kami perhatikan. Semuanya harus terencana secara terintegrasi dan komprehensif," kata dia.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...