Tiongkok Konfirmasikan Kasus Zika Kedua
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Tiongkok pada Senin (15/2) mengonfirmasikan kasus zika impor kedua, sehari setelah pasien pertama diizinkan pulang dari rumah sakit, menurut kantor berita pemerintah Xinhua yang diberitakan Antara.
Hanya sedikit kasus zika yang dilaporkan terjadi di Asia, namun Badan Kesehatan PBB (World Health Organization) mengumumkan darurat kesehatan global, untuk memerangi zika saat sejumlah kasus menyebar di lokasi lain.
Beijing mengonfirmasikan kasus zika pertamanya pada 9 Februari.
Pejabat mengatakan, pria berusia 34 tahun itu didiagnosis tertular zika setelah kembali dari Venezuela pada 28 Januari, dan dikabarkan mengalami demam, sakit kepala dan pusing, menurut Xinhua.
Dia dirawat di rumah sakit Provinsi Jiangxi dan sudah pulih sepenuhnya, seperti dilansir media itu pada Minggu (14/2).
Kantor berita itu pada Senin (15/2), mengutip pejabat kesehatan saat mengonfirmasikan kasus zika kedua, namun tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Meskipun virus itu hanya menyebabkan gejala mirip flu sedang terhadap kebanyakan orang, zika diduga kuat menyebabkan lonjakan jumlah bayi yang lahir dengan kelainan mikrosefalus kepala dan otak berukuran kecil pada ibu yang terinfeksi saat hamil.
Hubungan antara Zika dan Mikrosefali Belum Terbukti
Sementara itu, virus zika jarang menyebabkan masalah bagi orang yang ditularinya, tapi tampaknya berdampak buruk pada bayi yang ibunya terinfeksi virus itu.
Virus zika merebak di Brasil Mei lalu, dan sekarang, lebih dari 4.000 bayi diduga menderita mikrosefali, lingkar kepala lebih kecil dari normal karena otak tidak berkembang dengan baik.
Hubungan antara zika dan mikrosefali belum terbukti. Namun Badan Kesehatan PBB mengatakan, sampai ilmuwan bisa memberi penjelasan yang lebih baik, virus zika dianggap sebagai penyebabnya.
Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan, mikrosefali tidak umum. Bayi yang lahir dengan mikrosefali tidak selalu menderita cacat lain seperti masalah bicara, penglihatan, pendengaran, pergerakan, dan kecerdasan.
Dr Edward McCabe dari March of Dimes dalam sebuah wawancara mengatakan, "Sepuluh sampai 15 persen bayi Amerika yang lahir dengan mikrosefali benar-benar normal."
Ia menambahkan, bayi-bayi yang lahir dengan mikrosefali di Brasil tampaknya memiliki kasus yang parah. Pertumbuhan mereka perlu diperhatikan sejalan dengan pertambahan usia.
"Kuncinya adalah bayi perlu dievaluasi, dengan melakukan USG otak, MRI kepala, tapi yang penting adalah memantau bayi secara klinis, dan tidak ada salahnya melakukan intervensi dini," katanya, seperti diberitakan voaindonesia.com.
Intervensi itu mungkin termasuk terapi fisik atau terapi wicara. McCabe juga mengatakan, tidak semua bayi akan memiliki hasil yang sama."Pengetahuan kita tentang mikrosefali dan bayi yang menderita mikrosefali sebelum dikaitkan dengan virus Zika, adalah ada spektrum yang membentang dari kecerdasan normal, bahkan tinggi, sampai spektrum keterlambatan perkembangan mental," katanya.
Sampai lebih banyak lagi diketahui tentang virus ini, dokter menyarankan agar perempuan hamil di Amerika Latin dan Karibia, dan mereka yang ingin hamil, mengenakan kemeja lengan panjang, celana panjang, topi, dan mengoleskan obat anti nyamuk pada kulit yang tidak tertutup.
Editor : Sotyati
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...