Tiongkok Kunci Atasi Krisis Korut
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Ketegangan di Semenanjung Korea tinggi sejak Korea Utara meningkatkan uji coba rudal antarbenua. Uji coba bom hidrogen bulan lalu memicu kecaman Amerika Serikat (AS) dan internasional dan pemberlakuan serangkaian sanksi baru.
Segera setelah Donald Trump menjadi presiden AS, ia mengirim Menteri Pertahanan Jim Mattis ke wilayah itu untuk mengumumkan bahwa kebijakan kesabaran strategis dengan Korea Utara telah berakhir.
Mantan Wakil Kepala Angkatan Darat AS, Jenderal Jack Keane mengatakan, "Opsi militer itu akan dinyatakan terbuka lagi. Kebijakan Amerika sekarang adalah: untuk melucuti senjata nuklir Korea Utara. Sebelum itu terjadi, Amerika akan menggunakan sanksi ekonomi, memberi tekanan maksimal, mengisolasi rezim, dan menggunakan opsi militer sebagai upaya terakhir."
Pemerintahan Trump berhasil membuat diberlakukannya sanksi luas baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap rezim Korea Utara. Tetapi, seperti pada masa lalu, tindakan semacam itu memerlukan dukungan dari Tiongkok.
"Alasannya sederhana. Tiongkok menguasai 90 sampai 95 persen perekonomian Korea. Mereka memiliki perbatasan darat dengan Korea Utara, mengendalikan samudra dan laut di sekitarnya. Jika mau, Tiongkok bisa menutup Korea Utara seketika," kata James Stavridis, mantan komandan pasukan NATO.
Jenderal Keane setuju bahwa solusi diplomatik bergantung pada keterlibatan Tiongkok.
"Tiongkok benar-benar terlibat di sini. Mereka telah membiarkan Korea Utara memiliki senjata nuklir dan rudal balistik. Tiongkok juga telah membiarkan Korea Utara mengembangkan rudal balistik antarbenua," tukas Keane.
Meskipun Tiongkok mengecam kegiatan nuklir dan rudal Pyongyang terbaru, Beijing berharap menghindari jatuhnya rezim Korea Utara dan masuknya pengungsi ke Tiongkok. Namun sebagian ahli berpendapat bahwa tanpa bantuan Tiongkok dalam memecahkan masalah, Korea Selatan dan Jepang menghadapi risiko.
Mantan Direktur CIA, Jenderal David Petraeus mengatakan, "Apa yang terjadi jika Korea Selatan meminta AS untuk menggelar kembali senjata nuklir di semenanjung itu, atau mereka mengatakan bahwa mereka memerlukan program nuklir mereka sendiri? Bagaimana kita bisa tidak membolehkannya? Jepang sudah menggunakan penafsiran baru terhadap konstitusi mereka untuk setidaknya memungkinkan pembelaan diri kolektif. Bagaimana dengan sistem ofensif dalam menghadapi ancaman itu? Bagaimana dengan Vietnam? Ini tidak akan ada akhirnya.”
Pemerintahan Trump sedang meninjau kebijakannya terhadap Tiongkok, yang diharapkan akan selesai sebelum presiden memulai perjalanan ke Asia Timur pada bulan November. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...