Tolong, Aku Takut Terluka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, Seorang pemudi yang pernah berpacaran di masa lalu, takut untuk memulai hubungan yang baru. Padahal, ada seorang pemuda yang terkenal baik, sedang mendekatinya. Sang pemudi takut terluka, karena mantan pacarnya adalah seorang yang tidak setia dan abusif. Ia takut pengalaman traumatis itu terulang kembali jika ia berpacaran, sekalipun dengan orang yang berbeda.
Di sisi lain, seorang anak berusia 10 bulan, berupaya untuk menjejakkan kaki-kaki mungilnya dan berjalan ke arah ibunya. Ia tidak takut jatuh dan terluka. Ia tahu bahwa di belakangnya ada ayahnya yang berjaga dan di depannya ada ibunya yang akan menyambut dan memeluknya.
Dua situasi di atas sangat kontras, bukan? Situasi yang satu adalah orang yang takut terluka, sementara situasi yang lainnya adalah orang yang bisa melampaui rasa takut sehingga berani melangkah. Mengapa sang pemudi takut terluka? Karena ia punya memori atau pengalaman di masa lalu yang tidak menyenangkan, yang membuatnya trauma dan takut melangkah. Sementara sang anak – sekalipun dalam upayanya belajar berjalan, bisa mengalami jatuh, hal itu tidak menghentikannya untuk belajar berjalan. Ia melihat ada orang-orang yang peduli dan mengasihinya, yakni: ayah dan ibunya.
Itu Sebabnya, kita perlu memaknai lebih lanjut tentang hal ini. Pertama, munculnya luka dalam hidup ini – apakah luka fisik atau luka batin, adalah konsekuensi dari pembelajaran kehidupan. Seorang pemudi yang memilih untuk berpacaran, maka ia perlu bersiap untuk mengalami luka ketika harus berpisah dengan pacarnya. Seorang anak yang belajar berjalan, memiliki konsekuensi terjatuh. Seorang pegawai yang naik jabatan, berhadapan dengan tanggung jawab yang lebih banyak dan lebih besar.
Kedua, ada ungkapan yang menyatakan bahwa our wounds are sources of growth, atau luka-luka kita adalah sumber bagi pertumbuhan. Kulit yang terluka akan memicu sel-sel baru untuk tumbuh dan menggantikan sel kulit yang mati. Pengalaman terluka oleh karena dikhianati, menjadi pembelajaran agar kita lebih berhati-hati dalam membangun suatu hubungan. Suatu penyakit yang diidap, mengingatkan kita untuk menghindari pola hidup yang berdampak buruk bagi penyakit tersebut, sekaligus kita mensyukuri atas kesehatan yang masih bisa dirasakan. Luka, ternyata menolong adanya pertumbuhan dalam hidup ini, termasuk pertumbuhan secara spiritual. Hadirnya luka, sesungguhnya menggugah kita untuk memberi ruang bagi pekerjaan Allah untuk memulihkan luka kita.
Ketiga, mengingat tidak semua luka bisa dihadapi dengan sikap mental yang tangguh, untuk itu kita perlu memiliki support system yang bisa menolong kita menghadapi rasa takut terluka, bahkan yang mendampingi kita saat luka itu terjadi. Dalam contoh di atas, ayah dan ibu dari bayi berusia 10 bulan tersebut, berperan sebagai support system bagi sang bayi, sehingga ia berani berjalan tanpa harus kalah oleh rasa takut terjatuh. Support system di sini bisa berbentuk persahabatan, tetapi yang juga bernilai adalah keluarga.
Mari hadapi situasi terluka secara positif, sehingga kita tidak perlu tenggelam dalam rasa takut terluka.
Editor : Eti Artayatini
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...