Trinity Hidupkan ‘Nyawa’ Catatan Perjalanan
“Kalau genre tulisan perjalanan pop, saya memang pelopornya karena saya sudah mulai ngeblog pada 2005 dan buku saya terbit pada 2007.”
BANDA NEIRA, SATUHARAPAN.COM – Trinity, traveler sekaligus penulis buku The Naked Traveler diakui telah mampu menghidupkan nyawa tulisan catatan perjalanan di Indonesia.
“Kalau genre tulisan perjalanan pop, saya memang pelopornya karena saya sudah mulai ngeblog pada 2005 dan buku saya terbit pada 2007,” kata Trinity di Banda Neira saat dihubungi satuharapan.com melalui telepon pada Jumat (28/11).
Dalam rentan waktu yang tak lama, ia telah berhasil menulis 12 buku. Terakhir, ia menulis The Naked Traveler: 1 Year Round the World Trip yang menceritakan perjalananannya selama satu tahun mengelilingi 22 negara.
Sejak munculnya The Naked Traveler, mendadak di Indonesia banyak ditemui buku-buku tentang catatan perjalanan. Trinity mengaku, munculnya buku bergenre pop tentang cerita perjalanan ini justru menyenangkan karena menimbulkan suasana yang kompetitif.
“Saat ini di toko buku pun sudah ada rak khusus untuk pariwisata dan catatan perjalanan. Berarti dengan demikian minat orang untuk traveling semakin tinggi. Orang-orang juga jadi senang menulis dan menerbitkan buku dari catatan perjalanan mereka,” ujar dia.
Banyaknya penulis baru yang menerbitkan catatan perjalanan bagi Trinity bukan sebuah ancaman, tapi justru membuat dia lebih semangat berinovasi dalam menulis.
“Ini juga merupakan kebangkitan dari traveling,” katanya.
Sementara itu, di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika, buku catatan perjalanan sudah lama membudaya. Hal itu, menurut Trinity menunjukkan kesadaran wisata dan budaya menulis di negara-negara tersebut sudah lebih maju.
“Kalau kita di Indonesia sekarang ini melihat buku-buku di toko buku itu lebih banyak yang guide book karena memang masyarakat kita baru bangkit. Kalau di negara maju, catatan perjalanan sudah banyak diterbitkan karena budaya itu sudah melekat dan menjadi bagian dalam hidup. Mereka capek-capek bekerja dan menabung untuk jalan-jalan,” Trinity menjelaskan.
“Orang-orang di Indonesia sudah mau traveling saja sudah bagus,” katanya.
Untuk membangkitkan budaya menulis, khususnya menulis catatan perjalanan, Trinity menyarankan para traveler untuk membuka diri dengan banyak buku. Menurutnya, orang akan punya ketertarikan menulis karena banyak membaca.
“Masalahnya nggak semua orang respect dengan menulis. Untuk membangkitannya, orang harus sering baca buku tentang perjalanan karena saya percaya kita,” ujar peraih penghargaan Indonesia Leading Travel Writer dari Indonesia Travel & Tourism Awards tersebut.
Perkawinan Traveling, Fotografi, dan Tulisan
Traveling, fotografi, dan catatan perjalanan memang tiga hal yang sulit dipisahkan, apalagi ketika budaya jalan-jalan di Indonesia mulai mengakar dengan munculnya berbagai catatan perjalanan.
Menurut Trinity, jika orang bisa menulis dan memotret dengan baik, itu akan menjadi sebuah perkawinan dan kelebihan yang baik. Namun, bila orang kurang bisa atau kurang suka fotografi seperti dia, cukup lah mengambil gambar dengan bagus dan layak untuk dimuat di blog atau majalah.
“Seperti saya, saya lebih mementingkan tulisan daripada gambar. Tapi, kalau bisa menulis dan memotret dengan baik, itu akan jadi kelebihan yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, untuk menulis catatan perjalanan ia mengaku tak banyak mengalami kesulitan.
“Sulitnya menulis catatan perjalanan ialah akses internet dan perihal jaringan, jadinya ya bisa terbengkalai lama. Kalau di perjalanan untuk melihat data kan pasti harus browsing jadi sulitnya di situ,” kata penulis yang bukunya telah dirangkum dan diterbitkan ke dalam bahasa Inggris hingga mencapai 10.000 eksemplar di pasar mancanegara ini.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...