Trump akan Buktikan Tuduhan Penyadapan Obama
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Presiden AS Donald Trump mengatakan tuduhannya bahwa mantan presiden Barack Obama telah menyadap panggilan teleponnya di Trump Tower, New York “akan terbukti benar”.
Penerbit laman Newsmax Media yang juga teman Trump, Christopher Ruddy, hari Minggu (5/3) menulis bahwa Trump mengatakan padanya “tuduhan ini akan diselidiki. Semua akan dipaparkan. Saya akan terbukti benar.”
Trump, hari Sabtu (4/3), menuduh Obama telah menyadap telepon-teleponnya satu bulan menjelang pemungutan suara 8 November 2016, sebagai bagian dari penyelidikan pemerintah Obama terhadap dugaan bahwa Rusia ikut campur tangan dalam pemilu Amerika.
Trump belum menunjukkan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya.
Direktur Badan Inteljen Nasional Amerika pada pemerintahan Obama, James Clapper, mengatakan tuduhan itu bohong.
“Tidak ada kegiatan seperti penyadapan terhadap presiden terpilih ketika itu, atau ketika ia masih menjadi kandidat, atau terhadap tim kampanyenya," kata Clapper dalam program “Meet the Press” di stasiun televisi NBC Minggu.
“Presiden sedang dalam masalah,” ujar pemimpin faksi Demokrat di Kongres Chuck Schummer dalam acara yang sama. “Jika ia menyebarluaskan kabar bohong yang misinformasi seperti ini, jelas salah. Ini menjatuhkan martabat kepresidenan. Ini menunjukkan bahwa presiden tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap."
Gegabah
Sementara itu dalam program “Face the Nation” di stasiun televisi CBS, tokoh faksi Demokrat yang duduk di Komite Inteljen Senat Mark Warner mengatakan ia “tidak terkejut” dengan tuduhan Trump. “Menyampaikan klaim tanpa bukti sedikit pun, jelas sangat gegabah.”
Sejumlah anggota faksi Republik tidak segera mengkritik Trump, tetapi bersikap skeptis. Senator Marco Rubio mengatakan pada NBC, “Trump harus menjawab apa yang sebenarnya terjadi."
Sementara Senator Tom Cotton yang juga duduk di Komite Inteljen Senat mengatakan pada Fox News bahwa tuduhan penyadapan itu akan menjadi bagian penyelidikan terhadap campur tangan Rusia dalam pemilu Amerika, dan kontak yang dilakukan tim kampanye Trump dengan pejabat-pejabat Rusia.
Berdasarkan undang-undang di Amerika, seorang presiden tidak bisa memerintahkan untuk menyadap telepon seseorang. Ia harus mendapat persetujuan dari seorang hakim federal dan juga menunjukkan alasan yang jelas mengapa seorang teleponon warga perlu dipantau.
Badan intelijen menyimpulkan, bahwa Rusia telah meretas komputer Manajer Tim Kampanye Clinton, John Podesta, dan kemudian kelompok WikiLeaks telah merilis ribuan email Podesta beberapa minggu menjelang pemilu tersebut. Tampaknya hal ini merupakan bagian dari upaya Rusia untuk membantu Trump mengalahkan calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton dalam pemilu. (VOA)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...