Trump Tak Perlu Minta Maaf Terkait Kebijakan Imigran
CALIFORNIA, SATUHARAPAN.COM – Uskup Bawai Soro, seorang uskup keturunan Irak-Amerika Serikat (AS) yang merupakan uskup di Chaldean Catholic Church di El Cajon, California, AS, mengatakan, dalam sebuah artikel di San Diego Tribune dan diberitakan kembali Christian Today, hari Rabu (22/2), bahwa Presiden AS, Donald Trump tidak perlu meminta maaf tentang pemberlakuan larangan imigrasi kepada warga yang berasal dari sejumlah negara mayoritas muslim agar tidak dapat masuk ke AS.
Uskup yang tiba di AS lebih dari 40 tahun lalu tersebut beralasan, aksi terorisme yang dikenal dunia dengan nama 9/11 yang menghancurkan gedung World Trade Center menggambarkan bagaimana terorisme Islam radikal adalah bahaya yang dihadapi AS.
“Jika seorang pemilik rumah akan mengunci rumah di malam hari, apakah salah bila pemilik rumah mengamankan rumah, lalu apa yang terjadi jika pencuri tahu pintu dapat mudah dibuka. Jadi Trump tidak perlu minta maaf,” kata dia.
Dia mengatakan terbukanya perbatasan dan kebijakan imigrasi AS yang tidak tegas selama bertahun-tahun, merupakan salah satu yang menimbulkan bencana bagi AS karena terlalu banyak menerima warga asing dari Timur Tengah.
Saat ini banyak pemimpin gereja di Amerika Serikat dan luar negeri mengecam larangan imigrasi Donald Trump itu yang mempengaruhi umat Islam dari tujuh negara Timur Tengah.
“Pada tahun 1973, saya meninggalkan Irak melalui Libanon akhirnya ingin mencari suaka politik di AS, seperti Saddam Hussein naik ke tingkat kekuasaan di Irak,” kata dia.
Menurut dia, setiap orang berhak datang ke AS. Dalam catatan Christian Today, Ribuan Kristen Irak terjebak di Lebanon selama bertahun-tahun, dan menjadi pengangguran, karena mereka tidak dapat lepas dari kemiskinan dalam waktu yang lama, dan mengalami ancaman bahaya perang.
“Sebagian besar pengungsi bersyukur tinggal di Lebanon, dan mereka pasrah karena tidak dapat dengan mudah masuk Amerika Serikat,” kata dia.
Dia mengatakan banyak keluarga dari Timur Tengah, terutama Irak dan Lebanon yang mengantri meminta suaka untuk masuk AS dalam jangka waktu yang lama. “Tidak tiga bulan, tetapi tiga tahun, saya sempat mengenal keluarga yang menunggu 15 tahun,” kata dia.
“Jika Amerika adalah sebuah tempat yang secara historis sebagai tempat untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga pendatang, maka AS harus melakukan langkah-langkah penting salah satunya yakni memastikan keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas,” kata dia.
Dia mengatakan jika Amerika Serikat perlu membangun dinding dan dokter hewan khusus untuk pengungsi, maka hal tersebut harus dilaksanakan.
Dia juga mengatakan tidak ada larangan Muslim masuk ke AS, karena 90 persen dari Muslim di dunia tidak termasuk dalam larangan Trump
“Saya merasa kita harus menjadi bijaksana tentang kebijakan ini, karena memelihara hak asasi manusia bukan hal eksklusif. Amerika Serikat merupakan akan tetap tanah yang dituju banyak orang, selama negara ini tetap dalam keadaan aman,” kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...