Trump Tegaskan AS Tak Lagi Dukung Pembentukan Negara Palestina
WASHINGTON - Presiden Donald John Trump mengatakan pada hari Rabu (15/1) bahwa Amerika Serikat tidak lagi bersikeras pada negara Palestina sebagai bagian dari perjanjian damai antara Israel dan Palestina, mundur dari kebijakan yang telah memberi peran kunci bagi Amerika dalam perdamaian Timur Tengah sejak pemerintahan Clinton.
"Saya sedang melihat formulasi dua negara dan satu negara," kata Trump, dalam konferensi pers bersama di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
"Saya menyukai yang kedua belah pihak sukai. Saya sangat senang dengan salah satu yang kedua belah pihak sukai. Saya bisa hidup dengan yang mana pun," kata dia, dikutip dari The New York Times.
Komentar Trump dipandang sebagai kebijakan untuk meninggalkan ortodoksi diplomatik AS selama dua dekade, dan mengangkat sejumlah pertanyaan sulit tentang bagaimana Trump mempertahankan posisinya. Palestina sangat tidak mungkin untuk menerima negara tunggal Israel yang berdaulat dan meliputi Palestina, dan menjadi tidak demokratis atau tidak lagi Yahudi, mengingat tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari penduduk Arab.
Trump tidak membahas dinamika ini, lebih memilih untuk fokus pada keyakinannya bahwa ia bisa menghasilkan kesepakatan terobosan. "Saya pikir kita akan membuat kesepakatan," kata Trump.
"Mungkin akan dihasilkan kesepakatan yang lebih baik, lebih baik daripada yang dimengerti orang di ruangan ini," kata Trump.
Kendati Trump mengubah secara drastis reorientasi kebijakan Amerika, ia mengatakan kepada Netanyahu untuk menghentikan pembangunan perumahan baru di Tepi Barat saat ini. "Saya ingin melihat Anda menghentikan pembangunan permukiman sejenak," katanya kepada Netanyahu, yang pemerintahnya telah mengumumkan pembangunan permukiman baru sejak pelantikan Trump.
Trump juga menekankan bahwa Israel harus fleksibel dalam pembicaraan damai di masa depan. "Seperti halnya semua negosiasi yang berhasil, kedua belah pihak harus membuat kompromi," kata Mr Trump.
Sambil menatap ke Netanyahu, ia bertanya, "Anda tahu itu, kan?"
Netanyahu menanggapi dengan senyum. "Kedua belah pihak," kata dia, dengan tajam menekankan kata pertama.
Meskipun demikian, Netanyahu, yang mendukung solusi dua negara, dengan cepat mendukung deklarasi Trump, mengatakan ia lebih suka berurusan dengan "substansi" daripada "label" dalam negosiasi dengan Palestina.
Dia mencatat bahwa konsep solusi dua negara berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda di wilayah tersebut. Dan ia mengulangi dua prasyaratnya - bahwa Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan Israel mempertahankan kontrol keamanan atas seluruh Tepi Barat. Hambatan bagi perdamaian, kata dia, adalah kebencian Palestina, seperti yang ditunjukkan dengan membangun patung-patung orang-orang yang melakukan serangan teroris dan membayar gaji keluarga mereka. "Ini adalah sumber konflik," katanya.
Trump dan Jared Kushner, menantu yang juga penasihat seniornya, telah menjajaki pendekatan yang disebut strategi luar-dalam, mendekati negara-negara Arab di kawasan itu yang memiliki kesamaan pandangan dengan Israel dalam melawan musuh bersama mereka, Iran, untuk membantu menengahi penyelesaian dengan Palestina. Tapi sama sekali tidak jelas apakah Palestina akan pernah menerima pengaturan yang tidak meninggalkan mereka dengan keadaan mereka sendiri.
Sampai saat ini, tim yang dibentuk Trump sebagian besar menghindari percakapan dengan para pemimpin Palestina. Tapi Mike Pompeo, Direktur C.I.A, bertemu dengan Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina, di Ramallah di Tepi Barat pada hari Selasa, menurut The Associated Press.
Ide negara Palestina merdeka yang terdiri dari Tepi Barat dan Gaza menjadi tema sentral perdamaian Timur Tengah di tahun 1990-an setelah perjanjian Oslo ditandatangani.
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...