Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:40 WIB | Minggu, 08 Desember 2024

Tujuan Serangan Oposisi Suriah untuk Menggulingkan Presiden Bashar al Assad

Gambar yang diambil dari sebuah video menunjukkan Abu Mohammed al-Golani memberikan pidato dari lokasi yang dirahasiakan. (Foto: dok.AFP)

ALEPPO, SATUHARAPAN.COM-Pasukan oposisi yang melancarkan serangan kilat di Suriah bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, kata pemimpin mereka dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Jumat (6/12).

Pejuang oposisi berada di gerbang Homs Suriah, kata seorang pemantau perang, setelah merebut kota-kota penting lainnya dari kendali pemerintah.

Dalam waktu kurang dari sepekan, serangan tersebut telah membuat kota kedua Suriah, Aleppo dan Hama yang berlokasi strategis jatuh dari kendali pemerintah untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada tahun 2011.

Jika pasukan oposisi bersenjata merebut Homs, itu akan memotong pusat kekuasaan di ibu kota Damaskus dari pantai Mediterania, benteng utama klan al-Assad.

Pada hari Jumat pagi, oposisi hanya berjarak lima kilometer (tiga mil) dari tepi Homs, menurut pemantau Syrian Observatory for Human Rights.

Abu Mohammed al-golani, pemimpin aliansi “Hayat Tahrir al-Sham” (HTS), mengatakan tujuan serangan itu adalah untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad.

“Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata al-Golani kepada CNN dalam sebuah wawancara.

Aliansi oposisi yang melakukan serangan yang dimulai pada 27 November dipimpin oleh HTS, yang berakar pada cabang al-Qaeda di Suriah tetapi telah berupaya untuk memoderasi citranya dalam beberapa tahun terakhir.

Karena khawatir akan kemajuan oposisi, puluhan ribu anggota minoritas Alawite al-Assad melarikan diri dari Homs pada hari Kamis, kata penduduk dan Observatory.

Khaled, yang tinggal di pinggiran kota, mengatakan kepada AFP bahwa "jalan menuju provinsi Tartus (pesisir) tampak terang... karena lampu ratusan mobil yang keluar."

Homs menjadi lokasi pengepungan wilayah oposisi oleh pemerintah selama berbulan-bulan dan serangan sektarian yang mematikan pada tahun-tahun awal perang saudara.

Pada awal perang, yang dimulai dengan tindakan keras pemerintah terhadap protes demokrasi, para aktivis menyebut kota itu sebagai "ibu kota revolusi" melawan pemerintah.

Sangat Takut

Haidar, 37 tahun, yang tinggal di lingkungan mayoritas Alawite, mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa "ketakutan adalah payung yang menyelimuti Homs sekarang."

"Saya belum pernah melihat pemandangan ini seumur hidup saya. Kami sangat takut, kami tidak tahu apa yang terjadi."

Setelah pemerintah kehilangan kendali atas Aleppo dan Hama, serangan udara menargetkan jembatan di jalan raya yang menghubungkan Hama dan Homs, kata Observatorium.

Namun pada hari Jumat, aliansi oposisi "memasuki kota Rastan dan Talbisseh" di jalan utama antara Hama dan Homs, tambah pemantau tersebut, dengan mengatakan bahwa faksi-faksi tersebut menghadapi "ketiadaan sama sekali" pasukan pemerintah.

Kementerian pertahanan Suriah mengatakan tentara melancarkan serangan terhadap pejuang "teroris" di Provinsi Hama.

Observatorium, yang mengandalkan jaringan sumber di Suriah, mengatakan 826 orang, sebagian besar kombatan tetapi juga termasuk 111 warga sipil, telah tewas sejak serangan dimulai pekan lalu.

Perserikatan Bangsa-bangsa mengatakan bahwa kekerasan tersebut telah menyebabkan 280.000 orang mengungsi, memperingatkan bahwa jumlahnya dapat membengkak menjadi 1,5 juta orang.

Banyak pemandangan yang disaksikan dalam beberapa hari terakhir tidak akan terbayangkan sebelumnya dalam perang tersebut.

Pasukan oposisi mengumumkan di Telegram penangkapan mereka atas Hama setelah pertempuran jalanan dengan pasukan pemerintah, menggambarkannya sebagai "pembebasan kota sepenuhnya."

Pejuang oposisi mencium tanah dan melepaskan tembakan perayaan saat mereka memasuki kota pada hari Kamis (5/12).

Banyak warga yang menyambut para pejuang oposisi. Seorang fotografer AFP melihat beberapa warga membakar poster raksasa al-Assad di fasad balai kota.

Tentara mengakui kehilangan kendali atas kota, meskipun Menteri Pertahanan, Ali Abbas, bersikeras bahwa penarikan pasukan adalah "tindakan taktis sementara."

Pukulan Telak

Dalam sebuah video yang diunggah daring, pemimpin HTS, al-Golani, mengatakan para pejuangnya telah memasuki Hama untuk "membersihkan luka yang telah berlangsung di Suriah selama 40 tahun."

Ia merujuk pada pembantaian tentara di Hama pada 1980-an yang menargetkan orang-orang yang dituduh menjadi anggota Ikhwanul Muslimin yang dilarang.

Dalam pesan lain di Telegram yang memberi selamat kepada "masyarakat Hama atas kemenangan mereka," ia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran untuk pertama kalinya.

Aron Lund, seorang anggota lembaga pemikir Century International, menyebut kekalahan Hama sebagai "pukulan telak bagi pemerintah Suriah." Jika al-Assad kehilangan Homs, itu tidak berarti berakhirnya kekuasaannya, kata Lund.

"Namun pada titik itu, tanpa Aleppo, Hama atau Homs, dan tanpa rute aman dari Damaskus ke pantai, saya akan mengatakan itu sudah berakhir sebagai entitas negara yang kredibel," tambahnya.

Kepala PBB, Antonio Guterres, mengatakan pada hari Kamis bahwa eskalasi di Suriah adalah hasil dari "kegagalan kolektif kronis" dalam diplomasi.

Pasukan oposisi melancarkan serangan mereka di Suriah utara pada hari yang sama saat gencatan senjata mulai berlaku dalam perang antara Israel dan Hizbullah di negara tetangga Lebanon.

Baik Hizbullah maupun Rusia telah menjadi pendukung penting pemerintah Suriah, tetapi telah terperosok dalam konflik mereka sendiri dalam beberapa tahun terakhir.

Militer Israel mengatakan pada hari Jumat (6/12) bahwa mereka telah melakukan serangan udara terhadap "rute penyelundupan senjata" Hizbullah di perbatasan Suriah-Lebanon, lebih dari sepekan setelah gencatan senjata yang rapuh dalam perang mereka. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home