Tunarungu di Australia Sulit Akses Bioskop
AUSTRALIA, SATUHARAPAN.COM - Pecinta film dari kalangan penyandang tunarungu mengaku enggan pergi ke bioskop lantaran layanan teks dialog film di Australia sangat buruk.
Bagi mereka yang sangat mengandalkan dunia gambar, sulit sekali dapat menikmati sebuah film karena seluruh film yang diputar di bioskop-bioskop di Australia tidak menyediakan layanan teks (caption) dialog dalam film tersebut.
Layanan teks (caption) terbuka yang menampilkan kata-kata di layar besar sangat terbatas dan umumnya hanya disediakan untuk pemutaran film yang dipesan penonton dalam jumlah banyak.
Sistem tayangan teks (caption) yang saat ini berlaku di bioskop Australia adalah dengan menggunakan perangkat CaptiView, yakni layar kecil yang melekat pada sebuah tiang pendek yang diletakan pada lubang gelas pada bangku di bioskop.
Sistem ini diperkenalkan pada tahun 2010 setelah ada desakan terhadap empat jaringan bioskop besar di Australia yakni Hoyts, Village, Event dan Reading.
Pengenalan CaptiView ini dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang tunarungu, tapi kepala eksekutif lembaga advokasi penyandang tunarungi di Australia, Deaf Australia, Kyle Miers mengatakan sebagian penderita ketulian di Australia tidak menyukai perangkat tersebut.
"Teknologi CaptiView muncul bersamaan dengan banyak isu yang mempengaruhi kemampuan penderita tunarungu dan gangguan pendengaran lainnya untuk datang ke bioskop," kata Miers seperti dilansir australiaplus.com, Kamis (4/6).
Pengguna CaptiView, Josh Sealy mengatakan kerap ada banyak kesalahan pada sistem Captiview dan petugas di bioskop tidak dilatih mengenai penggunaan alat tersebut.
"Saya jarang pergi ke bioskop meskipun sebenarnya saya ingin sekali nonton ke bioskop. Saya senang menonton film tapi akses ke tayangan teks di Australia sangat memprihatinkan," katanya.
Komentar yang sama juga diungkapkan tunarungu, Marcia Girke-Boyle. "Ketika melihat iklan film di surat kabar, saya berkata 'oh sepertinya film ini seru, saya mau nonton ah!", tapi kemudian ketika saya pergi ke bioskop ternyata pemutaran film itu tidak ada teksnya, dan saya menjadi sangat kecewa,' katanya.
Program ABC Lateline mengajak lima penderita tunarungu untuk menonton film asal Ukraina berjudul 'The Tribe', yang seluruh dialog dalam film itu menggunakan bahasa isyarat. Mereka kemudian dimintakan pendapat mengenai film tersebut.
"Komunitas tunarungu merasa sangat malas pergi ke bioskop karena tidak ada layanan tayangan teks."
Beberapa dari penonton yang tuli mengaku mata mereka sakit dan tegang serta sakit kepala setiap habis menonton film di bioskop, hal itu terjadi lantaran mereka harus bolak balik menunduk dan melihat ke layar perangkat CaptiveView selama menonton film.
Phillip Debs mengatakan jumlah alat layanan teks yang disediakan pengelola biokop juga sangat terbatas, artinya dia tidak dapat pergi menonton film ke bioskop bersama teman-temannya dalam jumlah banyak.
Debs menyebut alat layanan teks itu sebagai "CraptiView" bukan CaptiView karena banyak masalah yang dialaminya dengan alat tersebut.
"Menonton film menjadi sangat melelahkan, bidang pandangan kita menjadi sangat mengerikan, saya tidak suka alat itu,' katanya.
Menurut Debs dia lebih suka men-download film yang memiliki teks dialog di rumah daripada pergi ke bioskop.
Dari empat jaringan bioskop besar yang dimintai pendapat mengenai masalah ini, hanya Village Cinemas yang menanggapi pertanyaan Lateline.
Seorang juru bicara Village mengatakan perusahaannya memiliki lima perangkat CaptiView dan menyediakan pemutaran film yang dilengkapi dengan teks dialog terbuka bagi kelompok besar penonton tunarungu setiap satu sebulan sekali. (australiaplus.com)
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...