Turki Tahan Perempuan Prancis Mantan Istri Gerilyawan ISIS
ANKARA, SATUHARAPAN.COM – Polisi Turki menahan seorang perempuan Prancis muda yang menyeberang kembali ke Turki setelah bergabung dengan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di negara tetangga Suriah, kata seorang pejabat keamanan, Kamis (5/6).
Selama tiga bulan tinggal di Suriah, perempuan tersebut menikah dan kemudian berpisah dari suaminya yang merupakan militan ISIS dan dimasukkan ke dalam penjara yang dioperasikan oleh kelompok ISIS sebelum akhirnya dibebaskan, kata pejabat itu.
Perempuan yang bernama Sonia Belayati (22), ditahan di sebuah terminal bus di provinsi Sanliurfa Tenggara Selasa (2/6) pagi setelah Prancis memfasilitasi pemerintah Turki dengan sebuah badan rahasia negara, kata pejabat itu kepada AFP tanpa menyebutkan nama.
Perempuan itu telah terbang ke Istanbul pada bulan Maret dan kemudian menyeberang ke Suriah dan bergabung dengan ekstremis ISIS.
"Dia bergabung untuk organisasi teroris Daesh (ISIS) selama sekitar tiga bulan," kata pejabat itu, dengan menggunakan singkatan bahasa Arab untuk kelompok ektremis tersebut.
"Dia kemudian menikah dengan seorang pejuang asing tingkat tinggi di ISIS dan tinggal di Suriah," kata pejabat itu.
Perempuan itu kemudian berpisah dengan pejuang tersebut dan ditahan di sebuah penjara ISIS di Suriah selama hampir satu bulan.
Setelah dibebaskan, dia secara ilegal melintasi perbatasan ke Sanliurfa di mana dia ditahan oleh pasukan keamanan.
Turki telah memulai prosedur deportasi bagi Sonia, dengan pemberitahuan dari otoritas Prancis, tambah pejabat Turki.
Turki telah mendapat kecaman dari Barat atas aliran pejuang asing melalui perbatasan volatile.
Tapi Ankara mengatakan mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menghentikan calon militan dari Eropa bergabung dengan pejuang ISIS, yang telah menyita sejumlah bagian Suriah dan Irak.
Pemerintah mengatakan telah menempatkan lebih dari 13.500 warga asing - 18 persen di antaranya adalah asal Eropa atau Amerika Utara - dari 98 negara yang masuk dalam daftar hitam untuk menghentikan mereka bepergian untuk bergabung dengan kelompok ISIS.
Turki, yang memiliki wilayah gabungan 1.300 kilometer (800 mil) perbatasan dengan Irak dan Suriah, telah marah menolak saran itu dan tidak cukup membantu banyak untuk menghentikan berlalunya militan.
Dikatakan dalam sebuah laporan bahwa negara tersebut telah mendeportasi lebih dari 1.350 orang yang diduga berusaha bergabung ISIS dan telah mendirikan khusus "pusat analisis risiko" di hub transportasi termasuk terminal bus dan bandara untuk menginterogasi para wisatawan.
Turki, yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, adalah seorang kritikus vokal dari Presiden Bashar al-Assad dan mengatakan keluarnya Assad adalah kunci untuk memecahkan konflik Suriah selama empat tahun terakhir ini.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...