Twitter Digugat karena Dianggap Promosikan Terorisme ISIS
CALIFORNIA, SATUHARAPAN.COM - Janda seorang pria AS yang tewas di Amman, Yordania, pada serangan teroris ISIS terhadap pos polisi di sana, telah mengajukan gugatan kepada Twitter. Ia menyalahkan platform media sosial itu karena diduga telah memudahkan ISIS untuk menyebarkan propagandanya.
Adanya gugatan itu terungkap dari sebuah dokumen pengadilan yang sudah dimasukkan ke pengadilan California pada hari Rabu (13/1), sebagaimana dilaporkan oleh ABC News.
Suami Tamra Fields, janda tersebut, bernama Lloyd Fields, adalah seorang veteran tentara yang bekerja membantu melatih anggota polisi Yordania. Pada 9 November, ia ditembak oleh seorang kapten polisi Yordania. ISIS kemudian mengklaim penembakan itu sebagai tanggung jawabnya.
Menurut janda itu, Twitter mengetahui bahwa ISIS menggunakan platformnya sebagai alat untuk menghasilkan uang, menarik pengikut baru dan menyebarkan propaganda.
"Tanpa Twitter, pertumbuhan eksplosif ISIS dalam beberapa tahun ini menjadi kelompok teroris paling ditakuti di dunia tidak mungkin," kata dia.
"Dukungan material ini telah berperan untuk munculnya ISIS dan telah memungkinkan mereka melakukan banyak serangan teroris."
Dikatakan juga dalam gugatan itu bahwa ISIS memiliki sekitar 70.000 akun Twitter dan diposting pada tingkat 90 tweet per menit pada saat kematian Lloyd Fields.
Mengutip FBI, gugatan tersebut mengatakan ISIS telah menyempurnakan penggunaan Twitter untuk menginspirasi serangan.
Pada tanggal 20 Juni, 2014, pendiri Twitter Biz Stone, menanggapi pertanyaan media tentang penggunaan Twitter oleh ISIS untuk mempublikasikan tindakan yang terorisme, dan mengatakan demikian:
"Jika Anda ingin menciptakan sebuah platform yang memungkinkan untuk kebebasan berekspresi bagi ratusan juta orang di seluruh dunia, Anda benar-benar harus mengambil yang baik daripada yang buruk."
Pernyataan Stone ini dimasukkan dalam gugatan.
Lloyd Fields ditugaskan di Pusat Pelatihan Polisi Internasional di Amman, suatu fasilitas yang didanai sebagian oleh Departemen Luar Negeri AS.
Sementara itu pihak Twitter menganggap gugatan tersebut tidak berdasar. "Ancaman kekerasan dan promosi terorisme tidak layak memiliki tempat di di Twitter dan, seperti jaringan sosial lain, aturan kami tentang hal ini jelas. Kami memiliki tim di seluruh dunia secara aktif menyelidiki laporan pelanggaran aturan, mengidentifikasi perilaku yang melanggar, bermitra dengan berbagai organisasi untuk melawan konten ekstremis secara online , dan bekerja dengan badan penegak hukum di saat yang tepat, " demikian pernyataan Twitter.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...