UE akan Gelar Pertemuan Darurat Bahas Referendum Yunani
ATHENA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah pemimpin Eropa, hari Senin (6/7), mulai menyikapi penolakan persyaratan dana talangan hutang oleh warga Yunani dalam referendum yang berpotensi membuat negara tersebut keluar sebagai pengguna mata uang euro.
Kanselir Jerman, Anglela Merkel, misalnya, langsung menelpon Presiden Prancis, Francois Hollande, pada Ahad malam, setelah perhitungan suara referendum selesai. Mereka berdua menyatakan, keputusan warga Yunani mendesak pertemuan darurat antaranggota Uni Eropa.
Sementara itu, Presiden Uni Eropa, Donald Tusk, mengungkapkan bahwa perundingan mengenai hasil referendum Yunani akan digelar pada Selasa (7/7).
Kepala Komisi Eropa Jean-Claude Juncker telah menggelar rapat tele-konferensi pada Senin pagi bersama kepala Bank Sentral Eropa, Mario Draghi, dan Kepala Menteri Keuangan zona euro Jeroen Dijsselbloem.
Dijsselbloem mengatakan, hasil penolakan terhadap persyaratan dana talangan adalah hasil yang sangat disesalkan bagi masa depan Yunani.
Sementara itu di Inggris, pemerintah setempat berjanji akan melakukan segala yang yang diperlukan demi melindungi kestabilan ekonominya terkait dengan hasil referendum. Juru bicara Perdana Menteri David Cameron mengatakan bahwa tim kabinet akan menggelar rapat pada hari ini untuk membicarakan langkah selanjutnya.
Sebagaimana diketahui, lebih dari 60 persen warga Yunani menolak tuntutan yang diajukan kreditur internasional yang akan memberi Yunani sejumlah dana segar untuk membayar utang-utangnya ke IMF yang jatuh tempo pada akhir Juni lalu.
Syarat-syarat tersebut adalah penghematan anggaran negara yang mencakup pemotongan dana pensiun dan juga kenaikan pajak.
Setelah referendum, Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras, menegaskan, negaranya tidak bermaksud hendak keluar dari Eropa. Dia menekankan bahwa penggunaan mata uang euro tidak dapat dicabut.
"Ini bukan merupakan mandat untuk keluar dari Eropa, tapi adalah mandat untuk memperkuat perundingan demi kesepakatan yang terbaik," kata dia.
Tsipras menjelaskan, para kreditor, baik itu Bank Sentral Eropa maupun IMF, kini harus merundingkan restrukturisasi utang Yunani 240 miliar euro.
Secara umum, Yunani memang hampir berada di ujung krisis finansial. Jika tidak mendapat dana talangan dari kreditur Eropa, negara itu bisa saja terpaksa harus kembali menggunakan mata uang drachma agar perekonomian tetap berjalan.
Masa depan yang belum jelas tersebut kemudian memunculkan kekhawatiran akan adanya penarikan dana masyarakat secara besar-besaran dalam waktu serentak yang kemudian berdampak pada krisis likuiditas dan hancurnya sistem perbankan.
Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah mulai menerapkan pembatasan penarikan uang dari bank. Warga Yunani tidak bisa mengambil uang lebih dari 60 euro dari mesin ATM dan tidak dapat mengambil tabungan deposito.
Jika Bank Sentral Eropa tidak menyalurkan euro kepada bank-bank di Yunani dalam satu atau dua hari ke depan, banyak perusahaan-perusahaan setempat yang terancam bangkrut.
Sebelumnya pada Kamis lalu, Yunani gagal membayar hutang senilai 1,5 milyar euro kepada IMF dan menjadi negara pertama yang melakukan hal tersebut. Lalu pada Jumat, lembaga European Financial Stability Facility, yang memberi utang kepada Athena senilai 144,6 milyar euro, resmi menyatakan Yunani sebagai negara bangkrut.(AFP)
Editor : Eben Ezer Siadari
Ratusan Tentara Korea Utara Tewas dan Terluka dalam Pertempu...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Ratusan tentara Korea Utara yang bertempur bersama pasukan Rusia mela...