UKM Menjadi Bagian Pembangunan Ekonomi Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 membuat kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Satu per satu mulai gulung tikar karena bahan baku meningkat drastis. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan pun terpuruk jika dilihat dari sisi permodalan. Banyak yang tidak mampu bertahan karena tingkat bunga yang sangat tinggi.
Beda halnya dengan UKM atau Usaha Kecil dan Menengah. Mereka masih bertahan bahkan cenderung bertambah dalam kondisi ekonomi apapun. Ada dua alasan mengapa UKM masih bisa bertahan. Pertama, UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisistas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang. Demikian pula sebaliknya. Kedua, UKM tidak dapat modal dari bank yang selalu berpengaruh pada naik atau turunnya suku bunga.
UKM adalah salah satu sektor industri yang sedikit bahkan sama sekali tidak terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Hal ini membuktikan bahwa UKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan daya saing pasar dan stabilisasi sistem ekonomi.
Dalam hal pembangunan ekonomi di Indonesia, UKM digambarkan sebagai sektor yang punya peranan penting karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil dalam sektor tradisional dan modern.
Peranan UKM menjadi bagian perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh Kementerian Perindustrian dan Koperasi dan UKM. Sangat disayangkan bahwa campur tangan pemerintah belum maksimal dalam mendukung usaha ini. Dalam kenyataannya pemerintah lebih memperhatikan pengusaha besar hampir di semua sektor.
Menurut Keputusan Presiden No 99/1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Ke depan, UKM pun akan menjadi sasaran pajak, menurut menteri Koperasi dan UKM, Syarifuddin Hasan, dengan pajak 10% dari omzet. Keputusan ini adalah perbaikan dari rencana semula, yaitu pajak sektor UKM beromzet Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per tahun.
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap UKM ini mampu membuat usaha kecil tersebut menjadi lebih mandiri bila dibandingkan dengan usaha besar yang meminjam dana hingga trilyunan rupiah. Para pengelola UKM menjadi lebih kreatif untuk memasarkan produk buatan mereka. Di antaranya adalah melalui situs-situs jejaring sosial. (Majalah Info KUKM edisi no 66/September 2013)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...