Ukraina Tawarkan Rekonsiliasi dengan Polandia Atas Pembunuhan Massal Selama PD II
Pembantaian Volhynia menewaskan sekitar 100.000 warga Polandia, dan 15.000 warga Ukraina sebagai pembalasan.
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Ketua parlemen Ukraina pada hari Kamis (25/5) menyampaikan kata-kata rekonsiliasi atas pembunuhan massal era Perang Dunia II yang telah membuat tegang hubungan dengan tetangganya dan sekutu strategis Polandia selama 80 tahun.
“Hidup manusia memiliki nilai yang sama, terlepas dari kebangsaan, ras, jenis kelamin, atau agama,” kata Ruslan Stefanchuk kepada anggota parlemen Polandia. “Dengan kesadaran ini kami akan bekerja sama dengan Anda, teman-teman Polandia yang terkasih, dan kami akan menerima kebenaran terlepas dari betapa tidak komprominya hal itu.”
Kata-kata Stefanchuk terdengar dalam nada baru dan kontras dengan reaksi kemarahan duta besar Ukraina baru-baru ini terhadap harapan permintaan maaf Polandia.
Polandia tahun ini menandai peringatan 80 tahun pembantaian pada 1943-1944 terhadap sekitar 100.000 orang Polandia oleh kaum nasionalis Ukraina dan lainnya di Volhynia dan daerah lain yang dulunya berada di Polandia timur, di bawah pendudukan Jerman Nazi, dan yang sekarang menjadi bagian dari Ukraina.
Seluruh desa dibakar dan semua penduduknya dibunuh oleh kaum nasionalis dan pembantu mereka yang berusaha mendirikan negara Ukraina merdeka. Polandia menyebut peristiwa itu sebagai genosida.
Diperkirakan 15.000 orang Ukraina tewas sebagai pembalasan.
Stefanchuk berbicara di parlemen Polandia saat berkunjung ke Warsawa. Polandia telah menawarkan dukungan militer dan kemanusiaan ke Ukraina dalam perangnya dengan Rusia.
Stefanchuk berterima kasih kepada Polandia atas dukungan saat ini, dan kemudian menyampaikan simpati kepada keluarga orang Polandia yang terbunuh dalam apa yang dikenal sebagai Pembantaian Volhynia. Dia juga menawarkan upaya bersama untuk mengidentifikasi dan menghormati semua korban yang dimakamkan di Ukraina.
Polandia telah lama meminta izin Kiev untuk penggalian, identifikasi, dan peringatan korban Polandia. Namun, beberapa pemimpin nasionalis Ukraina saat itu dianggap sebagai tokoh kunci untuk kenegaraan Ukraina, memberikan perspektif yang berbeda pada peristiwa tersebut.
Stefanchuk berterima kasih kepada keluarga para korban karena telah menumbuhkan ingatan yang “tidak menyerukan balas dendam atau kebencian, tetapi berfungsi sebagai peringatan bahwa hal seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi di antara bangsa kita.”
Dia mengatakan bahwa identifikasi dan penghormatan para korban “tanpa larangan atau hambatan” adalah “kewajiban moral dan Kristiani kita bersama.”
Dia mengatakan bahwa pendekatan bersama yang terbuka terhadap sejarah yang menyakitkan akan menjadi “ujian yang sangat diperlukan” yang dapat membuka jalan bagi kata-kata “kami memaafkan dan meminta maaf.” Kata-kata itu, yang disampaikan oleh para uskup Katolik Polandia kepada para uskup Jerman pada tahun 1960-an, meletakkan dasar bagi rekonsiliasi Polandia dengan agresor Perang Dunia II, Nazi Jerman.
Menteri Luar Negeri Polandia, Zbigniew Rau, menggambarkan pidato Stefanchuk sebagai "sangat bagus", dengan mengatakan bahwa "kami telah mendengar apa yang ingin kami dengar."
“Kami berada di jalan yang benar dan pidato ini menunjukkan bahwa posisi kami semakin dekat lagi. Kami memiliki sesuatu untuk dibangun,” kata Rau.
Para pemimpin Polandia bersikeras bahwa mengungkapkan kebenaran sepenuhnya akan memperkuat hubungan bilateral dengan Ukraina dan menetralisir kerentanan yang dapat dieksploitasi oleh negara ketiga yang berusaha merusak hubungan ini. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...